"Kalau saya turun menjadi penagih hutang (debt collector) Saya rela demi menuntaskan tugas saya pada sebuah kezaliman. Hasil tagihan itu bukan untuk saya. Sepeserpun saya takkan ambil. Tapi untuk Faqir miskin dan anak2 terlantar, serta anak2 bangsa yg hidupnya tersingkirkan," tulis Fahri.
"Bagi yang tertagih sederhana saja kan. Penuhi keputusan hukum dan jalani secara sukarela. Memang keadilan itu mahal. Maka jangan pernah berbuat zalim. Ongkosnya mahal. Alangkah tidak baik kalau juru sita datang membuat garis pembatas bahwa harta saudara disita demi hukum," tambahnya.
Menurutnya, memang agak memalukan menagih, tetapi sebenarnya lebih malu menjadi seorang tertagih.
Apalagi di Indonesia menurutnya pihak yang menuntut sering kali tampak lebih buruk daripada pihak yang dituntut.
"Itulah yg menjelaskan usia kita hidup di bawah kezaliman dan kolonialisme lebih lama dari kita merdeka," ungkap Fahri.
"Tapi, Untuk melawan lupa.. Dan menegakkan ingatan bahwa kezaliman itu berbahaya.. kita harus tetap bicara dan waspada... orang2 pinggiran itu mudah dilupakan dan yang berkuasa terus saja berjalan dengan agenda mereka.. termasuk berkomplot untuk mengalahkan yang lemah...," tambahnya.
Menutup kicauannya, serupa dengan lirik lagu yang dinyanyikan oleh Ariel itu, Fahri mengingatkan adanya kebohongan dalam penampilan para penguasa.
Mereka katanya akan sangat santun dan mempesona untuk menarik hati rakyat.
Namun, Fahri mengingatkan agar jangan cepat tertarik dan tertipu sehingga melupakan hingga mengulang kesalahan.