Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang
Gridhot.ID - Meletusnya gunung Merapi pada Minggu (17/11/2019) membuat masyarakat dilarang beraktifitas dekat dengan puncaknya hingga radius 3 kilometer.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, letusan Gunung Merapi terjadi pada pukul 10.46 WIB.
Petugas pos pengamatan Gunung Merapi juga mengonfirmasi terkait terjadinya letusan tersebut.
Lasiman selaku petugas pengamatan mengatakan "Iya benat (terjadi letusan Gunung Merapi)."
Letusan tercatat di seismogram dengan amplitudo max 70 milimeter dan durasi 155 detik.
"Teramati kolom letusan setinggi kurang lebih 1.000 meter. Angin bertiup ke barat," ungkapnya.
Baca Juga: Ceriakan Anak-anak Masa 90an, Siapa Sangka Para Personil Trio Kwek-Kwek Kini Makin Moncer Berkarir, Ada yang Jadi Ahli Syaraf di Amerika Serikat! Bahkan Merapi kini sudah ditetapkan di level II atau Waspada.
Gunung Merapi memang menyimpan berbagai macam mitos yang terus berkembang dan bertahan di masyarakat.
Salah satunya diceritakan dari penjaga Merapi yang terkenal di kala dulu yaitu Almarhum Mbah Marijan.
Almarhum Mbah Marijan, warga Kinahrejo yang ditunjuk sebagai juru kunci Gunung Merapi sejak 1984.
Dikutip Gridhot dari artikel Intisari pada tahun 1995, Marijan pernah mengungkapkan kalau Merapi tak akan menyakiti rakyat yang hidup di gunungnya.
Dusun Kinahrejo sendiri, beberapa kilometer ke arah timur Dusun Turgo, sepanjang sejarahnya konon selalu terhindar dari ancaman lelehan lava pijar dan awan panas.
Dusun Turgo juga pernah dibanggakan penduduk sebagai daerah yang disegani makhluk halus penjaga Merapi.
"Eyang Merapi tidak bakal tega membinasakan penduduk di pelataran keratonnya sendiri, sepanjang penduduk taat melaksanakan kewajiban selamatan atau labuhan setahun sekali," tutur Marijan.
Lalu Marijan mengibaratkan kalau manusia tidak akan mengencingi kakinya sendiri.
Muntahan lava panas Merapi disebu tak mungkin merambah 'kaki'nya sendiri dan hanya merambah kawasan kosong lain.
Marijan yang diberi gelar Mas Ngabehi Suraksaharga dipercaya oleh pihak Keraton Yogyakarta sebagai pelaksana upacara labuhan dan memelihara makam leluhur Mataram.
Dijelaskan kalau Keraton Merapi memiliki hubungan dengan Keraton Laut Kidul dan Keraton Mataram.
Ketiga keraton itu, menurut M.M. Sukarto K. Atmodjo, memiliki hubungan mistis dan adikodrati, yang menjamin ketenteraman bagi keberlangsungan raja dan kerajaan beserta seluruh rakyatnya.
"Gunung itu lambang lelaki, laut simbol perempuan. Persatuan keduanya mutlak mirip konsep lingga - yoni, yakni sangkan paraning dumadi," ujar Sukarto yang pakar sejarah Jawa kuno.
Ketiganya disebut memiliki keharmonisan dan Kerajaan Mataram jadi penghubung keduanya.
Bahkan sungai yang bermata air di Gunung Merapi dipercaya sebagai penghubung Laut Kidul dengan Merapi.
Sungai tersebut juga jadi jalur keluarga kedua kerajaan untuk saling bertemu.
Lampor atau Keranda terbang yang dibarengi suara gemerincing di malam hari, diyakini sebagai barisan makhluk halus berkereta kuda pimpinan Kanjeng Ratu Kidul yang hendak kembali pulang dari kunjungannya ke Merapi.
(*)