Dickens menjelaskan hal ini karena 'ulah' kapal selam dan pesawat tempur Indonesia yang secara agresif dianggap mengancam pendaratan Interfet.
"Taktik (ancaman pendaratan) itu menimbulkan pertanyaan tentang niat militer Indonesia. Berbagai kapal perang Interfet juga dibayangi saat mendekati Timor-Timur," ujar Dickens.
"Pemboman yang akan dilakukan F-111 adalah bagian dari keseluruhan pengerahan seluruh pasukan pertahanan Australia. Pasukan Australia sedang dalam tingkat kesiapan tertinggi saat itu, saya diberitahu oleh orang-orang yang benar-benar akan melakukannya. Itu akan menjadi proporsional. Serangan besar akan mendapat respon besar,"tambahnya.
Kapal selam Indonesia sebagai ancaman nyata untuk Australia
Dickens kemudian mengutip perkataan Admiral Peter McHaffie, Kepala Staf AL Kerajaan Selandia Baru, bahwa fregat Canterbury mendeteksi 'kapal selam yang tak teridentifikasi' ketika pasukan Interfet berlayar menuju ke Kota Suai, Timor-Timur.
Bahkan pada suatu waktu, kapal selam itu tiba-tiba menghilang dari pantauanhingga membuatpesawat pemburu serta kapal perang Interfet kelimpungan melacaknya.
Tensi ketegangan yang kian meningkat ketika hasil referendum memutuskan Timor-Timur ingin merdeka dari Indonesia, menyebabkan kerusuhan milisi pro-Indonesia di sana.
Hal itu disinyalir Dickens semakin membuat kapal selam Indonesia aktif 'menggangu' kapal perang Interfet.
"Perwira Interfet Australia memandang para pejuang (milisi) dan kapal selam Indonesia sebagai ancaman nyata di sejumlah front. Ada kekhawatiran yang pasti tentang serangan angkatan laut Indonesia menggunakan kapal selam dan semua hal lainnya," kata Dickens.
"Tetapi hal nyata yang mengkhawatirkan mereka adalah kapal selam itu bisa digunakan untuk menyelinap di malam hari dekat armada Interfet dan menurunkan pasukan khusus yang mungkin telah keluar dan menenggelamkan salah satu kapal Interfet ketika berada di pelabuhan Dili atau di lain tempat," sambungnya.