Di saat-saat terakhir menjelang kepergian Bapak itulah aku hanya bisa berdoa dan berdoa...
Amanat
Pukul 07.00, Minggu 21 Juni 1970, Bapak menghembuskan napasnya yang terakhir. Aku bersyukur kepada Tuhan karena bisa menunggui kepergian Bapak.
Lalu kami diminta meninggalkan kamar Bapak, dan setelah itu aku melihat banyak sekali tentara yang katanya dari bagian dokumenter ada di dalam ruangan itu.
Tidak lama kemudian datang bergiliran Bu Hartini, Bu Dewi, dan Kartika dan kemudian Bapak Soeharto dan Ibu Tien.
Setelah jenazah Bapak selesai dimandikan dan peti jenazah sementara tiba, sekitar pukul 13.00 Bapak dibawa ke Wisma Yaso untuk disemayamkan semalam dari di situ peti jenazahnya ditukar dengan yang lebih bagus lagi.
Sesaat kemudian halaman wisma dipenuhi pelayat yang seakan tak bisa dibendung lagi. Bahkan salah satu pintu masuknya jebol oleh desakan pelayat yang ingin mendekat ke peti jenazah Bapak.
Sewaktu aku pulang ke Sriwijaya, Ibu sempat menanyakan keadaan Bapak. Namun tetap saja tidak mau melayat Bapak. Ibu hanya mengirimkan karangan bunga berwarna merah-putih untuk Bapak. Di malam itu, di Sriwijaya sedang dibicarakan penentuan tempat pemakaman Bapak.
Hal ini disebabkan adanya amanat dari Bapak, bahwa beliau ingin dimakamkan di bawah pohon yang rindang, dan di dekat pemakaman itu melintas sungai. Bapak juga minta agar tidak dipasang batu nisan di atas pemakamannya.