"Membaca laporan Brigjen Sabur, Soekarno menjadi kalut. Laporan tersebut dilaporkan kepada Wakil Perdana Menteri Dr. Leimena, Dr. Soebandrio, dan Chairul Saleh," tulis Jonar TH Situmorang dalam bukunya Presiden (daripada) Soeharto.
Soekarno pun langsung bergegas meninggalkan rapat setelah sebelumnya menyerahkan kelanjutannya kepada Leimena.
Akan tetapi,para menteri yang melihat perbuatan Soekarno tersebutrupanya ikut panik, sehingga rapat ditutup.
Soebandrio yang saat itu menjabat Kepala Badan Pusat Intelijen (BPI) ikut lari terbirit-birit mengejarSoekarno yang sudah berjalan bersama pengawalnya menaiki helikopter untuk diamankan ke Istana Bogor.
Usut punya usut, pasukan tak dikenal tersebut merupakan para personil Kostrad.
Dalam buku Misteri Supersemar, Kemal Idris yang menjabat sebagaiKastaf Kostrad mengakuinya.
Kemal berujar penggerakan pasukan Kostrad ke Istana atas perintah Soeharto untuk menangkap Soebandrio, bukan Soekarno.
"Saya disuruh Pak Harto. Lalu, saya memerintahkan Sarwo Edhie untuk menggerakkan pasukannya ke istana untuk menangkap Bandrio," kata Kemal.
Menurut Kemal, pasukan Kostrad sebanyak dua kompi (80 personil) itu sengaja tidak memakai badge tanda kesatuan Kostrad supaya Soebandrio tidak ketakutan ketika keluar Istana menemui mereka.