Gridhot.ID - Isu pemulangan WNI eks ISIS dari Suriah sedang hangat dibicarakan di tengah publik.
Pemerintah masih belum bisa memberikan kepastian soal penanganan kasus ini.
Pasalnya masih ada polemik persetujuan yang terjadi di jajaran pemerintahan.
Mahfud MD secara pribadi mengaku tidak setuju pemulangan sekitar 660 Warga Negara Indonesia (WNI) bekas anggota ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah).
"Kalau ditanya ke Mahfud tentu beda. Kalau Mahfud setuju untuk tidak dipulangkan karena bahaya bagi negara dan itu secara hukum paspornya bisa saja sudah dicabut, ketika dia pergi secara ilegal ke sana. Kita juga tidak tahu kan mereka punya paspor asli atau tidak," kata Mahfud di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Wacana pemulangan WNI mantan anggota ISIS kembali mencuat usai dibahas Menteri Agama Fachrul Razi, sementara keputusan dipulangkan atau tidak akan ditentukan Presiden Joko Widodo pada Mei 2020 usai hasil kajian rampung.
"Kalau asli pun bila pergi dengan cara seperti itu, tanpa izin yang jelas dari negara, mungkin paspornya bisa dicabut. Itu artinya dia tidak punya status warga negara dan dari banyak negara yang punya (warga bekas anggota ISIS) belum ada satupun yang menyatakan akan dipulangkan. Ada yang selektif, kalau ada anak anak yatim akan dipulangkan, tapi pada umumnya tidak ada yang mau memulangkan teroris ya," jelas Mahfud.
Namun bila ditanya sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud mengaku sampai hari ini Pemerintah belum memutuskan apakah 660 WNI yang terlibat "foreign teroris fighter" atau teroris pelintas batas akan dipulangkan atau tidak.
"Belum diputuskan karena ada manfaat dan mudharotnya masing-masing. Mulai dari mudharotnya kalau dipulangkan itu nanti bisa menjadi masalah di sini, bisa menjadi virus baru di sini karena jelas jelas dia pergi ke sana untuk menjadi teroris, kalau ke sini kan harus dideradikalisasi dulu," ungkap Mahfud.
Sedangkan pelaksanaan deradikalisasi waktunya terbatas sehingga bila setelah deradikalisasi diterjunkan ke masyarakat bisa saja kembali memiliki paham teroris.