Dikutip dari WIkipedia Referendum pemisahan diri Timor Timur diizinkan Presiden B. J. Habibie.
Setelah pengunduran diri Presiden Soeharto, kesepakatan yang disponsori PBB antara Indonesia dan Portugal diijinkan untuk sebuah referendum dalam pengawasan PBB pada bulan Agustus 1999.
Pemungutan suara yang jelas untuk kemerdekaan Timor Timur disambut dengan kampanye kekerasan milisi pro-integrasi Timor-Leste dengan dukungan dari Indonesia.
Dengan izin dari Indonesia, pasukan penjaga perdamaian multi nasional yang dipimpin Australia ditempatkan sampai situasi pulih.
Pada akhir 1999, administrasi Timor diambil alih oleh PBB melalui Pemerintahan Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Leste.
Alasan mendasar yang disampaikan adalah karena setiap bangsa berhak untuk menentukan nasibnya sendiri.
Setelah 23 tahun bergabung dengan Indonesia, rakyat Timor Timur memilih menentukan jalannya sendiri.
Melalui jajak pendapat pada 30 Agustus 1999 sebanyak 78,5 persen masyarakat Timor Timur menolak tawaran status khusus dengan otonomi luas.
Sesuai ketentuan pasal 6 Perjanjian New York, antara lain disebutkan bahwa apabila rakyat Timor Timur menolak tawaran status khusus dengan otonomi luas, maka pemerintah Indonesia harus mengambil langkah-langkah konstitusional untuk melepaskan Timor Timur secara damai dan terhormat.(*)
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul "Sosok Dibalik Lepasnya Timor Leste dari Indonesia, Kini Minta Bantuan Tapi Ditolak"