Lebih lanjut lagi hampir di semua suku Papua tidak mengenal lambang Bintang sebagai simbol ketuhanan bahkan bintang tak digunakan dalam literatur di media apapun.
Maksud media yakni di ukiran, lukisan, maupun coretan tubuh budaya asli Papua tak ada yang menggambarkan simbol bintang.
Sebagai gantinya simbol religius itu sendiri digambarkan sebagai Manusia, Pohon dan Binatang.
Terlebih leluhur putra-putri Papua hanya mengenal warna pitih, hitam dan coklat.
Hal ini bisa ditemukan dalam ornamen ukiran, lukisan, kanvas kulit kayu, patung hingga coretan di tubuh ketika melaksanakan upacara tradisi maupun peperangan.
Apalagi ditahun Bintang Kejora dibuat oleh Belanda, belum banyak warga Papua yang (maaf) mengenakan sandang dan masih mengenakan pakaian tradisional sebagai budaya leluhur.
Jadi keberadaan kain belum dikenal luas oleh warga setempat.
Lantas seorang kakek bernama asli Papua bernama Saul Jenu memberikan kesaksiannya pada tahun 1956 ia ditahan pihak Belanda di Sorong.