Menjemput yang dari penjara
Hendra tampak bersemangat ketika bercerita tentang apa yang dilakukannya bersama pamannya, Ali Fauzi, termasuk menjemput narapidana terorisme yang telah dibebaskan.
"Kita ambil teman yang masih di penjara, main cepat-cepatan, kalau gak gitu diambil sama grupnya yang dulu… Lepas dari lapas kita ambil. Kita kumpulkan keluhannya apa, pekerjaannya apa, saya mencarikan, sedikit banyak. Saya dan teman-teman yang cari dana," katanya bersemangat kepada Garil, putra korban Bom Bali 1 serta ibunya.
"Ini bukan masalah agama, dan pelajaran-pelajaran yang radikal, bukan, tapi aktivitas dan kebutuhan (ekonomi), itu faktor utama."
Ia menutup ceritanya dan menyatakan harapannya jangan sampai ada korban-korban lain baik dari korban atau pelaku, seperti yang dia alami.
"Saya sudah berubah…cukup kita yang merasakan, cukup kita yang menjadi korban, dan kita memilih jalan yang lebih baik. Saya terbebani dengan kesalahan bapak saya, saya juga terbebani sebagai korban," tutupnya.
Anak pelaku Bom Bali 1 dan anak korban Bom Bali 1 bertukar cerita - kisah kesulitan yang serupa - termasuk merasakan trauma dan depresi.
"Dulu anaknya tersangka, saya kira, tak separah ini. Ternyata mereka juga mengalami hal yang saya alami. Saya bersyukur mas Hendra sadar yang dilakukan almarhum bapaknya salah dan tahu kemana arah yang lebih baik," kata Garil kepada Hendra di akhir pertemuan mereka.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Putra Amrozi Pelaku Bom Bali I, Sempat Dikucilkan, Tak Ingin Anak Alami Hal Sama"
(*)