"Terus saya dipanggil, ke sinilah dulu. Apa Pak? Ke sinilah sebentar. Ngapain, Pak? Sini-sini, kata dia. Lalu aku ditarik langsung ke dalam WC. Terjadilah," ungkap T.
T sempat menepis dengan tangan.
Seperti ketika si dosen mau buka baju, ditepis dengan tangan.
Lalu, dorong-dorong dengan bahu namun si dosen tetap memaksa.
"Pokoknya, dia paksa-paksa aku. Aku bilang, jangan, Pak. Jangan, Pak. Aku gak bisa, Pak. Aku gak pernah sama sekali kek gini. Tolong, Pak. Tolong," ujar T.
"Jangan keras-keras ngomong, terdengar sama orang, kata dia. Tolong Pak, udahlah Pak," ujar T.
Kala itu hal yang terbesit di benaknya hanya berusaha membela diri dari perbuatan pelaku.
Kalau dirinya teriak, ungkap T, dia berpikir bisa saja dibunuh atau dilakukan sesuatu yang tak diinginkan di dalam toilet tersebut.
"Pikiran aku kek gitu, karena perdana aku digituin. Aku takut, aku mikirnya gimana keluar dari situasi itu dalam keadaan selamat."
"Aku bilang: Pak ujian randai mau mulai, Bapak dosennya."
"Tunggu sebentar, tunggu sebentar, kata dia. Dia langsung otak-atik ini dan itu. Bajunya atau apanya, beres-beresin."
T mengulangi lagi ucapannya.
"Pak ujian randai mau mulai, Bapak dosennya."
"Oh iya," kata si dosen, T menirukan.
T buka pintu dan keluar terlebih dahulu.
"Gantung bapak ha. Sakit kepala. Pengin bapak masukin," kata T menirupak ucapan oknum dosen.
"Apalah Bapak ni. Lalu, aku jawab lihatlah besok, Pak."
T menegaskan, dirinya menjawab "Lihatlah besok Pak" itu karena ingin cepat-cepat keluar dari situasi seperti itu.
Kemudian, dia langsung lari ke bawah.
"Intinya saat di toilet dia sempat meraba-raba aku," ungkap T.
Komentar