Negara-negara Asia Tenggara juga cemas bahwa China akan memilih untuk melakukan konflik langsung dengan negara-negara penuntut yang lebih kecil ketika mereka berupaya untuk melawan upaya China dalam mengembangkan sumber daya perikanan dan energi di wilayah tersebut.
"Hanya ada sedikit informasi yang tersedia tentang kampanye ini, tetapi kami mengawasi dengan seksama untuk mengetahui apa implikasinya bagi Laut China Selatan," kata seorang diplomat dari Asosiasi Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) seperti yang dikutip South China Morning Post.
Seorang diplomat Asia lainnya mengatakan negaranya prihatin dengan aksi China baru-baru ini di Laut China Selatan, yang dilakukan ketika negara-negara lain disibukkan dengan urusan virus corona.
Xinhua melaporkan, pada tanggal 1 April lalu, misalnya, penjaga pantai Tiongkok meluncurkan kampanye penegakan hukum selama delapan bulan bernama "Blue Sea 2020", yang salah satu tujuannya adalah untuk menindak "pelanggaran dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai", serta konstruksi proyek kelautan dan pesisir .
Kampanye ini merupakan upaya multi-lembaga antara penjaga pantai dan transportasi, sumber daya alam, dan kementerian lingkungan.
China sejauh ini hanya merilis akun operasi terbaru yang menargetkan pelanggaran domestik.
Namun para diplomat dan pakar di wilayah tersebut meyakini arahan itu dapat diperluas ke perairan Laut China Selatan yang disengketakan.
China dan Vietnam mengalami bentrok bulan lalu akibat sebuah insiden yang melibatkan tabrakan antara kapal pengintai maritim Tiongkok dan kapal nelayan Vietnam di dekat Pulau Paracel.
Masing-masing pihak menuding mereka ditabrak dengan sengaja.
Source | : | Sosok.id |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar