Gridhot.ID- Indonesia belakangan ini dikabarkan sedang memperkuat alutsista.
Banyak perbincangkan tentang upaya pemerintah membeli jet tempur Su-35 dari Rusia.
Jumlah yang ingin dibeli Indonesia adalah 11 jet temput.
Dalam pembelian tersebut, dilakukan dengan imbal dagang bahan sembakoseperti kopi, minyak sawit, dan lainnya sangat menarik mengingat anggaran dana berupa uang sangat terbatas.
Sebelum terbit PP RI Nomor 76 Tahun Nomor 76 Tahun 2014 Tentang Mekanisme Imbal Dagang Dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam), khususnya tentang kebijakan offset (imbal dagang) dan Transfer of Technology (ToT), sejarah pengadaan Alpalhankam di Indonesia ternyata sudah pernah melaksanakan kebijakan offset dalam beragam cara.
Di era tahun 1960-an ketika Pemerintah RI membeli persenjataan secara besaran-besaran dari Rusia khusus untuk mendukung Operasi Pembebasan Irian Barat (Papua), kebijakan offset yang diterapkan lebih karena faktor kepentingan politik.
Rusia yang merupakan motor negara-negara Blok Timur, ingin mempengaruhi RI untuk menjadi negara berideologi komunis dan mendukung konfrontasi terhadap penguasa Irian Barat saat itu (Belanda) yang juga merupakan sekutu AS (Blok Barat).
Sebaliknya, Pemerintah RI ingin secepatnya memiliki alusista dalam jumlah besar demi melancarkan Operasi Jaya Wijaya.
Didorong oleh kepentingan politik dan kebutuhan alutsista untuk mendukung operasi tempur, kebijakan offset yang diterapkan oleh Pemerintah RI merupakan kebijakan instan tanpa sempat memikirkan kepentingan atau peluang dalam jangka panjang.
Demi memenuhi Alpalhankam untuk peperangan saat itu pemenuhan kebutuhan alat pertahanan Indonesia lebih banyak memanfaatkan mekanisme kredit ekspor dan beli putus.