Vietnam mengklaim China tak pernah mengklaim kepemilikan Kepulauan Spratly dan Paracels sebelum 1940-an.
Sementara, Vietnam mengaku telah menguasai kedua kepulauan tersebut sejak abad ke-17 dan mengklaim memiliki berbagai dokumen itu membuktikan hal tersebut.
Seolah dua negara belum cukup untuk memanaskan situasi di kawasan tersebut, Filipina ikut meramaikan suasana dengan mengklaim kepemilikan Kepuluauan Spratly.
Filipina mendasarkan klaim ini semata karena lokasi geografisnya yang dekat dengan Kepulauan Spratly sehingga menganggap kepulauan itu sebagai bagian dari wilayahnya.
Filipina dan China berebut gundukan Scarborough yang di dalam bahasa China disebut dengan nama Pulau Huangyan, rangkaian pulau karang seluas 46 kilometer persegi.
Kawasan sengketa ini berada sejauh 160 kilometer dari daratan Filipina dan berjarak lebih dari 800 kilometer dari China.
Lalu masih ada Malaysia dan Brunei yang juga mengklaim wilayah di Laut China Selatan yang menurut kedua negara ini masuk ke dalam zona ekonomi eksklusif mereka seperti ditetapkan dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Brunei tidak mengklaim satu pulau pun di kawasan ini, sementara Malaysia mengklaim beberapa pulau kecil di Kepulauan Spratly sebagai wilayah negeri itu.
Untuk menyelesaikan sengketa ini, China memilih untuk melakukan negosiasi bilateral dengan negara-negara yang menjadi lawan sengketa di Laut China Selatan.
Namun, negeri-negeri tetangga China mengatakan, dengan pengaruh dan wilayahnya yang besar maka secara tidak langsung China memiliki keuntungan dibanding negara-negara di sekitarnya.