Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar dalam suratnya kepada WHO menyebutkan organisasi kesehatan dunia tersebut perlu menciptakan perspektif yang seimbang tentang asupan minyak nabati dalam diet sehat khususnya minyak sawit.
Mahendra juga mendesak agar WHO menerapkan prinsip kehati-hatian ketika menerapkan saran yang bersifat umum ke dalam konteks yang bersifat khusus.
Dalam keterangannya, Rabu (13/5), Mahendra, Pemerintah Indonesia sangat prihatin dengan konten materi yang tidak berimbang dan menyampingkan konsumsi minyak sawit sebagai produk yang layak dikonsumsi selama pandemi.
Karena itu, Mahendra meminta WHO untuk membuat perubahan pada isi publikasi, menerapkan prinsip imparsialitas sebagaimana layaknya Badan PBB, menciptakan perspektif yang lebih seimbang tentang asupan minyak nabati dalam diet sehat khususnya minyak sawit, serta menerapkan prinsip kehati-hatian ketika menerapkan saran yang bersifat umum ke dalam konteks yang bersifat khusus.
Dalam surat tersebut, terdapat 7 poin yang mengoreksi artikel WHO.
Sementara itu, Dewan Negara-negara Produsen Minyak Sawit Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) dalam suratnya kepada WHO mengklarifikasi bahwa meski punya kandungan lemak jenuh tinggi, minyak sawit merupakan sumber minyak goreng yang paling banyak digunakan di dunia.
Minyak kelapa sawit aman dikonsumsi karena memiliki komposisi beragam asam lemak yang seimbang dan telah dikonfirmasi oleh banyak studi penelitian ilmiah secara global.
CPOPC berpendapat minyak kelapa sawit adalah sumber tokotrienol yakni suatu bentuk vitamin E yang sangat baik untuk tubuh.
Antioksidan ini melindungi sel-sel yang dapat mengurangi risiko masalah kesehatan tertentu seperti penyakit jantung dan kanker.