Gridhot.ID - Presiden Jokowi dilaporkan baru saja menaikkan biaya iuran BPJS Kesehatan.
Hal tersebut ternyata dilandaskan terhadap kondisi ekonomi BPJS Kesehatan.
Utang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) terus menumpuk.
Hingga Rabu (13/5), tercatat BPJS Kesehatan memiliki utang klaim jatuh tempo ke rumah sakit senilai Rp 4,4 triliun.
"Kondisi BPJS Kesehatan, sampai 13 Mei, masih ada jatuh tempo Rp 4,4 triliun yang harus dibayar, dan kondisi BPJS ini perlu ada perbaikan dan upaya untuk mengurangi defisit BPJS kesehatan," ujar Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Kunta Dasa dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Kamis (14/5).
Adapun, outstanding klaim BPJS Kesehatan atau klaim yang masih dalam proses verifikasi sebesar Rp 6,21 triliun, yang belum jatuh tempo sebesar Rp 1,03 triliun. Sementara klaim yang sudah dibayar sebesar Rp 192,53 miliar.
Sebelumnya, Mahkamah Agung telah membatalkan pasal 34 Perpres 75 Tahun 2019 yang berkaitan dengan iuran peserta mandiri yakni Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Kunta mengatakan, putusan MA tersebut akan berdampak pada kondisi Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan di 2020 yang diperkirakan akan mengalami defisit sebesar Rp 6,9 triliun, termasuk menampung carry over defisit tahun 2019 sekitar Rp 15,5 triliun. Lalu, di 2021, DJS Kesehatan akan mengalami defisit yang semakin melebar.
Untuk merespon putusan MA tersebut, pemerintah pun sudah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pasal 34.