Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Laut China Selatan Memanas, Anggaran Militer Indonesia Terlanjur Dipangkas Demi Corona, TNI Bakal Kesulitan Jika Tiongkok Macam-macam

None - Kamis, 21 Mei 2020 | 09:13
Militer Indonesia
Kompas.com/Kristianto Purnomo

Militer Indonesia

Gridhot.ID - Wabah virus corona sudah membuat perekonomian di banyak negara terhenti.

Artinya ada pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah untuk menutup dunia kesehatan dan kejahteraan para rakyatnya.

Untuk mengantisipasi guncangan yang lebih besar lagi, beberapa negara memutuskan untuk memotong pengeluaran pertahanan.

Baca Juga: Jadi Kekuatan Rezim Baru, Tentara Bayaran Sudan Malah Sebarkan Kekejaman Luar Biasa, Bantai Ratusan Orang dan dengan Santai Buang Para Mayat ke Sungai Nil

Indonesia, misalnya, telah mengumumkan akan memangkas anggaran pertahanannya tahun ini hampir U$ 588 juta.

Thailand juga telah mengurangi alokasi pertahanannya sebesar US$ 555 juta. Malaysia, Vietnam, dan Filipina semuanya menghadapi tekanan serupa.

Melansir The Interpreter, semua negara ini adalah kekuatan maritim utama di kawasan ini.

Baca Juga: Anaknya Jadi Kesayangan Vladimir Putin, Ayah Khabib Nurmagomedov Dijamin Dapat Perawatan Terbaik di Rusia Setelah Dilaporkan Terinfeksi Virus Corona, Sang Petarung Sampai Peringatkan Semuanya Agar Salat di Rumah Saja

Lebih sedikit pengeluaran pertahanan berarti akan lebih sedikit patroli di laut.

Filipina telah memutuskan untuk membatalkan latihan tahunan Baltikatan 2020, yang akan melibatkan latihan dengan angkatan laut AS dan Australia.

Informasi saja, The Interpreter diterbitkan oleh Lowy Institute, sebuah lembaga think tank independen yang berpusat di Sydney.

Baca Juga: Lagi Santai Liburan, Para Tentara Cantik Ini Tetap Tenteng Senjata Kesayangannya Jalan-jalan ke Mal, Siapa Sangka, 5 Keunikan Ini Jadi Hal Normal di Israel

Namun pemangkasan anggaran ini terjadi pada saat ancaman keamanan maritim tumbuh di wilayah tersebut.

Jika ada, pandemi telah membuat bahaya keamanan di kawasan semakin menjadi-jadi.

Dalam beberapa bulan terakhir di tengah wabah virus corona, pasukan angkatan laut China dilaporkan telah melakukan manuver intens di Laut China Selatan, tempat terjadinya beberapa klaim teritorial yang tumpang tindih dan sengketa.

Baca Juga: Jago Kandang Intimidasi Negara-negara Asean, China Langsung Ciut Disamperin Kapal Destroyer Amerika Serikat, Australia Sampai Ikut-ikutan

Haiyang Dizhi 8, kapal penelitian pemerintah China, melakukan survei di dekat Capella Barat Malaysia yang dioperasikan Petronas.

Hal ini menciptakan ketegangan dengan pemerintah Malaysia.

Dalam insiden lain, kapal penangkap ikan Vietnam ditenggelamkan oleh kapal pengawas maritim Tiongkok di perairan yang disengketakan.

Baca Juga: Setiap Hari Periksa Ribuan Orang dari Berbagai Daerah, Polisi Petugas PSBB Menangis, Berharap Bisa Jalani Swab Tes: Kami Teringat Anak dan Istri di Rumah

China juga telah berupaya untuk menghasut unit-unit administratif baru di Laut hCina Selatan, tampaknya mengambil keuntungan dari posisi lemahnya negara-negara penuntut lainnya dalam upaya untuk memperkuat klaim "nine dash line"-nya sendiri.

Meskipun Indonesia dan China belum memiliki sengketa maritim baru-baru ini, Indonesia sempat mengalami persinggungan tajam dengan China pada bulan Desember dan Januari atas patroli di Laut Natuna Utara, sebelum skala wabah koronavirus menjadi jelas.

Penjaga Pantai China telah mengawal kapal-kapal Tiongkok sambil menangkap ikan secara ilegal di dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Baca Juga: Jarang Diketahui, Panggilan Sayang Luna Maya ke Ariel Noah Dibongkar Raffi Ahmad, Mantan Kekasih Reino Barack: Kenapa Sih Lemes Banget?

Pemerintah Indonesia menanggapi aksi itu dengan protes diplomatik ke Beijing, dan dalam sinyal keseriusan Indonesia, Presiden Joko Widodo secara pribadi memimpin pertemuan dengan angkatan laut dan penjaga pantai di Laut Natuna Utara, memerintahkan patroli yang lebih intens.

Tak satu pun dari masalah ini diselesaikan antara Jakarta dan Beijing.

China masih menganggap Laut Natuna Utara sebagai bagian dari sembilan garis putus-putusnya, sementara Indonesia memiliki kebijakan tegas untuk tidak mengakui klaim semacam itu.

Baca Juga: Terjun Langsung Usir Kapal-kapal China di Laut Natuna Hingga Selamatkan WNI dari Wuhan, Laksamana Yudo Margono Kini Resmi Dilantik Jadi KSAL, Ganjaran Setimpal Bagi Pimpinan Marinir dengan Rekam Jejaknya yang Mengagumkan

Jadi, sementara patroli maritim tetap diperlukan bagi Indonesia untuk memastikan China tidak melanggar batas perairannya, memotong anggaran pertahanan akan menimbulkan tantangan bagi pengawasan tersebut.

Tetapi bukan hanya perselisihan dengan Cina yang tetap menjadi risiko di perairan Asia Tenggara yang ditransisi dengan berat ini.

Pembajakan adalah ancaman abadi lainnya yang mungkin meningkat ketika ekonomi kawasan memburuk, memberi tekanan pada perusahaan bisnis yang sah dan menciptakan insentif untuk kegiatan terlarang.

Baca Juga: Sindir Imbauan Jokowi untuk Berdamai dengan Corona, Jusuf Kalla: Kalau Kita Hanya Ingin Damai, Tapi Virusnya Enggak, Bagaimana?

Perairan di dan sekitar Indonesia telah lama dianggap sebagai salah satu zona paling berbahaya untuk pembajakan.

Lebih dari 60% dari semua insiden pembajakan laut antara tahun 1993 dan 2015 terjadi di Asia Tenggara, dengan lebih dari 20% dari insiden tersebut terjadi di Indonesia saja.

The Intrepeter menuliskan, hasil penelitian pasca krisis keuangan Asia pada akhir 1990-an menemukan peningkatan sepuluh kali lipat dalam jumlah kasus pembajakan di perairan Indonesia dibandingkan dengan dekade sebelumnya, dengan 115 kasus dilaporkan pada tahun 2001 dibandingkan dengan hanya 10 pada tahun 1993.

Baca Juga: Ditemukan Lemas Terlentang oleh Siswa Dikjurtaif Rindam XVII/Cenderawasih, Pria Tua Ini Berkata Lirih 'Saya Lapar', Sang Calon Prajurit Gercep Tolong

Demikian pula, dalam dua tahun setelah krisis keuangan global 2008, Perjanjian Kerjasama Regional untuk Memerangi Pembajakan dan Perampokan Bersenjata (ReCAAP) melaporkan kenaikan 25% dalam tingkat pembajakan di Asia Tenggara. "Indonesia memang tidak boleh meremehkan pentingnya upaya untuk menanggapi ancaman Covid-19 atau tantangan dalam mengatasi kejatuhan ekonomi,"

"Akan tetapi, prioritas untuk pengeluaran harus dipertimbangkan dengan hati-hati, agar tidak mengurangi di bidang-bidang penting seperti pertahanan, karena hal ini bisa memperburuk keadaan," tulis The Intrepeter.

Artikel ini telah tayang di Kontan dengan judul Pangkas anggaran militer, posisi Indonesia di Laut China Selatan rentan atas Tiongkok.

(*)

Source : kontan

Editor : Grid Hot

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x