Melansir dari CNBC, perang dingin antara AS-China ini sangat berpeluang menyeret negara-negara lain terjerumus di dalam jurang konflik.
“Segala sesuatu akan menjadi lebih buruk, mungkin jauh lebih buruk, sebelum menjadi lebih baik. Fenomena ini sedang berlangsung,” jelas Dan Ikenson, direktur Herbert A. Stiefel Center untuk Studi Kebijakan Perdagangan di Cato Institute, merujuk pada perpecahan ekonomi antara dua ekonomi terbesar di dunia.
Menurutnya, Tiongkok kini mulai menargetkan sekutu dari Amerika yang sebut para analis sebagai taktik "diplomasi prajurit serigala".
Taktik tersebut merujuk pada sebuah film yang sangat populer di mana pejuang China mengalahkan musuh secara global.
Bahkan seperti situasi di Hong Kong belum lama ini yang masih menjadi bagian dari China bisa jadi pemicunya.
Diketahui bahwa China mengusulkan undang-undang keamanan baru untuk Hong Kong yang membuat warga Hong Kong pun turun ke jalan.
Padahal wilayah Hong Kong merupakan daerah China semi-otonom yang memiliki kedekatan hubungan perdagangan khusus dengan AS.
Presiden Amerika Donald Trump dengan cepat mengumumkan bahwa AS akan mencabut status preferensi kota.
"Hong Kong tidak lagi cukup otonom untuk menjamin perlakuan khusus yang telah kami berikan pada wilayah itu sejak negara kota bekas koloni Inggris itu dikembalikan ke China pada 1997," katanya seperti yang dikutip dari CNBC.
Christopher Granville dari perusahaan riset TS Lombard juga berpendapat hal yang sama.