Gridhot.ID - Baru-baru ini dikabarkan enam pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia tersesat di belantara hutan Kalimantan.
Mereka awalnya berencana kembali ke kampung halaman dengan menjelajah hutan perbatasan Malaysia-Indonesia di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Rencana tersebut terpaksa ditempuh setelah Pemerintah Malaysia menerapkan kebijakan lockdown untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona atau Covid-19.
Kebijakan itu berujung pada hilangnya pekerjaan dan tidak adanya transportasi yang bisa membawa mereka ke Pos Lintas Batas Negara (PLBN).
Akhirnya waktu yang dinantikan tiba. Mereka berenam, masing-masing bernama Safari, Juli Hartono, Junaidi, Rifki, Holdi, dan Thamrin, asal Kabupaten Sambas ini memutuskan untuk masuk hutan pada Kamis (9/4/2020).
Berdasarkan keterangan salah satu keluarga korban kepada Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sambas, Yudi, mereka sempat memberi kabar terakhir, pada Senin (13/4/2020).
Saat itu mereka memberitahukan tengah memasuki hutan dan akan melintasi perbatasan Indonesia-Malaysia dengan berjalan kaki. Harapannya mereka bisa tembus ke Kabupaten Kapuas Hulu.
“Hari berikutnya, hingga memasuki bulan Ramadhan, keluarga yang bersangkutan sudah hilang kotak,” kata Yudi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/6/2020).
Ternyata, di perjalanan, kelompok ini terpisah menjadi dua.
Kelompok pertama, terdiri dari Rifki dan Thamrin yang memutuskan kembali ke Kota Kapit, Malaysia, karena kehabisan makanan.
Sementara kelompok kedua, Holdi, Safari, Juli Hartono dan Junaidi tetap melanjutkan perjalanan.
Di tengah hutan, ada sebuah sungai, mereka meyakini untuk sampai pada tujuan, mereka harus menyeberangi sungai ini.
Namun ternyata, Safari, satu di antara keempat TKI itu mengaku tidak bisa berenang.
Sehingga kelompok ini kembali terbagi dua: kelompok Holdi, Juli Hartono dan Junaidi menyeberangi sungai dengan berenang.
Sementara Safari mengambil jalur melewati bukit.
Mereka berjanji untuk saling bertemu di sisi lain sungai.
Namun, saat Holdi, Juli Hartono dan Junaidi sudah menyeberangi sungai dan menunggu selama sehari semalam, Safari tak juga muncul.
Sehingga Juli Hartono dan Junaidi memutuskan mencari Safari.
“Sementara Holdi tetap menunggu di tepi sungai,” ucap Yudi.
Belum jelas berapa lama Holdi menunggu teman-temannya itu di pinggir sungai, namun pada bulan Mei, Holdi ditemukan oleh warga setempat yang sedang mencari ikan di sungai dan langsung dibawa ke Desa Tanjung Lasa, Kecamatan Putusibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar.
“Sedangkan Juli Hartono dan Junaedi yang menyusul Safari belum ada kabar berita hingga sekarang,” terang Yudi.
Yudi memastikan, mereka terus berkoordinasi dengan BPBD Kapuas Hulu untuk melakukan pencarian.
Namun tidak mengirim anggota untuk terjun ke lokasi.
“Informasi dari Kapuas Hulu, kawan-kawan perbatasan masih bekerja melakukan pencarian dan kita masih minta bantuan kawan-kawan di sana yang punya wilayah,” ungkap Yudi.
Tak jelaskan metode pencarian
Kepala BPBD Kapuas Hulu Gunawan enggan menjelaskan metedoe pencarian ketiga TKI yang masih hilang di hutan.
“Mohon maaf. Nanti akan kita sampaikan lebih lanjut,” kata Gunawan kepada Kompas.com.
Menurut Gunawan, kendala yang yang dihadapi adalah bentangan hutan yang sangat luas.
“Belum ditemukan. Menginggat wilayah hutan daerah perbatasan sangat luas dan masih akan terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak-pihak teknis,” ungkap Gunawan.
Tim SAR baru tahu
Sementara itu, Kantor Pencarian dan Pertolongan Pontianak mengaku baru menerima laporan terkait hilangnya warga asal Kabupaten Sambas tersebut.
Untuk itu, mereka terlebih dulu harus mendalami informasi tersebut.
“Kita masih melakukan pendalaman informasi kepada unsur terkait dalam dugaan hilangnya 3 warga di Kabupaten Kapuas Hulu,” kata Kepala Seksi Operasi dan Siaga, Kantor Pencarian dan Pertolongan Pontianak, Eryk Subariyanto.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kronologi Hilangnya 3 TKI di Hutan Saat Pulang dari Malaysia dengan Jalan Kaki"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Nicolaus |
Komentar