Melansir dari Reuters, konfrontasi antar dua negara itu beralih dari Laut China Selatan ke Sungai Mekong saat ini.
Pemerintah AS dan China masing-masing menggembar-gemborkan laporan yang berbeda tentang apakah 11 bendungan China di sungai merugikan negara-negara di hilir.
Perhatian kini pun dituju pada bendungan-bendungan China yang ternyata memberi kendali luas atas perairan dari Tiongkok sampai ke Vietnam.
Kontrol itu memungkinkan Cina untuk menetapkan agenda pembangunan yang terkait dengan jalur air, dan mengecualikan AS dari peran setelah berpuluh-puluh tahun mempromosikan proyek-proyek Mekong sebagai cara untuk mengerahkan pengaruhnya di wilayah tersebut.
"Ini menjadi masalah geopolitik, seperti Laut China Selatan, antara AS dan China," kata Witoon Permpongsacharoen dari Mekong Energy and Ecology Network.
Tahun lalu, Sungai Mekong mengalami kekeringan dengan tingkat sungai Mekong terendah dalam beberapa dekade.
Seorang duta besar AS di wilayah tersebut menggambarkan China sebagai "menimbun" air di 11 bendungannya di bagian atas dari sungai sepanjang 4.350 km (2.700 mil), dan merusak mata pencaharian jutaan orang di negara-negara hilir.
Tak hanya itu saja, China juga meningkatkan kegiatan kelompok Kerja Sama Lancang Mekong (LMC), sebuah badan antar pemerintah yang relatif baru sebagai upaya untuk mengesampingkan komisi Sungan Mekong (MRC) yang sudah ada sejak 25 tahun lalu.
MRC melacak asal-usulnya kembali ke upaya AS untuk mempromosikan pembangunan selama Perang Dingin.
MRC bekerja sama dengan pemerintah Laos, Thailand, Kamboja dan Vietnam untuk mendorong pembagian dan pembangunan berkelanjutan dari sungai dan sumber dayanya.