Ia memiliki seorang istri yang bernama Tini Susanti Kaduka, alias Umi Farel.
Nama "Kalora" pada namanya, diambil dari desa tempatnya dilahirkan, sehingga nama Ali Kalora seringkali digunakan di media massa
Ali Kalora merupakan salah satu pengikut senior Santoso di kelompok Mujahidin Indonesia Timur.
Setelah kematian Daeng Koro—salah satu figur utama dalam kelompok MIT, Ali dipercayakan untuk memimpin sebagian kelompok teroris yang sebelumnya dipimpin oleh Daeng Koro.
Faktor kedekatannya dengan Santoso dan kemampuannya dalam mengenal medan gerilya membuat ia diangkat menjadi pemimpin.
Peneliti di bidang terorisme intelijen dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib, berpendapat bahwa Ali Kalora adalah sosok penunjuk arah dan jalan di pegunungan dan hutan Poso.
Ini karena Ali merupakan warga asli dari Desa Kalora, Poso, sehingga dirinya diyakini telah menguasai wilayah tempat tinggalnya.
Menurut Kapolda Sulawesi Tengah saat itu, Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi, Ali Kalora adalah sosok radikal senior di kalangan gerilyawan di Poso.
Ia menyebut bahwa Ali Kalora berpotensi menjadi "Santoso baru" karena latar belakang pengalamannya yang cukup senior.
Meski demikian, ia yakin kekuatan gerilya di bawah kepemimpinannya tidak akan sebegitu merepotkan dibandingkan Santoso.
Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menilai bahwa Ali tidak memiliki kemampuan kepemimpinan yang sama dengan Santoso dan Basri, begitu pula dengan spesialisasi dan militansi