Diterangkan Harun Djakfar, kemungkinan kala itu uang tersebut dipinjam langsung oleh Keresidenan Palembang untuk keperluan pemerintah.
"Ya mungkin waktu itu kan masih musim penjajahan, bisa jadi akibat keuangan yang menipis. Maka presiden Sukarno memerintahkan kepada keresidenan Palembang untuk sementara waktu meminjam uang ke rakyat Sumatera Selatan.
Dan salah satunya kakek saya, H. Jakfar yang kala itu saudagar dari marga Bengkulah ikut meminjamkan uangnya sebesar Rp1500," ujarnya memperkirakan kejadian sejarah utang tersebut.
Sedangkan diakuinya penemuan surat tersebut tidak disengaja, setelah berpuluh - puluh tahun tersimpan rapi dalam guci di loteng rumahnya
"Pertama itu yang menemukan adik saya sekira tahun 2014, waktu itu dia naik ke atap (loteng) rumah dan menemukan ada beberapa peti tua yang masih terkunci dan satu buah guci.
Setelah dibuka , ketiga peti dan guci, ditemukanlah tumpukan kertas peninggalan kakek yang sebagian besar sudah posisi tidak utuh.
Setelah dibaca satu persatu, kami kaget menemukan surat perjanjian pinjaman ini. Apalagi isinya mengenai pinjaman oleh negara," pungkasnya.
Mengetahui surat tersebut cukup berharga dan sebagai bukti sejarah, ia langsung melapisi kertas itu dengan lapisan tebal (keras) kemudian disimpan.
"Waktu itukan kertas sudah terlihat buruk, karena takut rusak jadi langsung aja di lapisi plastik.
Setelah itu segera disimpan supaya tidak hilang lagi," ungkap pemuda asli Desa Tanjung Baru.