Dengan tegas ia menjawab, bahwa niatnya hanya untuk mengajak orang menjadi baik. Apapun agamanya.
"Istri saya menerima saya apa adanya. Sisi gelap ini adalah takdir saya yang digariskan. Hanya sedikit yang saya harapkan, kelak kisah ini semoga menjadi inspiring story bagi siapapun dan menjadi wasilah dakwah dari saya yang pernah berkelindan dengan lumpur dosa ini,” pungkasnya.
Sayup sayup, adzan maghrib menyapa telinga. Di ufuk barat, matahari luruh di peraduan, enggan menampakkan garangnya.
Asap rokok Khoiruddin menyembur di embusan terakhir. Seolah penanda bagi kami untuk beranjak. Langkah ringan kami berayun menuju musola di sebelah Pura Segara. Dalam Bahagia.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul "Kisah 'Hijrah' I Gede Swadaya, Preman Sakti di Kuta, Hidayah 'Dengar Adzan', Jadi Peruqyah: Ikhlas"