Uniqlo sebagai ujung tombaknya saat ini bertujuan untuk meningkatkan penjualan hingga US$ 50 miliar pada tahun 2020, sebagian besar akan diupayakan melalui ekspansi di AS, China, serta penjualan online.
Pada tahun 1984, Yanai mulai menjabat sebagai presiden dari jaringan clothing milik ayahnya yang memiliki 22 gerai.
Setelah itu, ia mulai membuka toko baru di Hiroshima dengan nama Uniqlo Clothing Warehouse, atau saat ini akrab disebut dengan Uniqlo.
Bisnis Uniqlo berjalan sangat baik di Jepang. Hingga tahun 1998, Yanai sudah mampu membuka 300 gerai Uniqlo di seluruh Jepang.
"Saya mungkin terlihat sukses tetapi saya telah membuat banyak kesalahan. Orang menganggap kegagalan mereka terlalu serius. Anda harus positif dan yakin bahwa Anda akan menemukan kesuksesan di kemudian hari," ungkap Yanai dalam wawancaranya dengan majalah Monocle.
Pendekatan yang dilakukan Yanai dalam bisnis Uniqlo juga dinilai berbeda dengan kebanyakan merek fashion lainnya.
Zara misalnya, bisnis pakaian terbesar di dunia ini selalu merespons dengan cepat setiap tren mode yang muncul.
Dengan cepat mereka langsung memproduksi model baru yang didistribusikan ke gerai-gerai hanya dalam waktu dua minggu.
Sementara Uniqlo melakukan hal yang sebaliknya. Uniqlo cenderung tidak mengikuti tren yang berkembang. Mereka merencanakan produksi pakaiannya hingga satu tahun sebelumnya.
Atas dasar pendekatan inilah Yanai menyebut bahwa Uniqlo bukan lah bisnis mode, melainkan bisnis teknologi.