Gridhot.ID - Warga Xinjiang dikabarkan mengalami perlakuan tidak menyenangkan akibat lockdown untuk menanggulangi Covid-19 di China.
Dikutip dari Daily Mail, muncul laporan bahwa orang-orang di Xinjiang ditahan hingga dipaksa minum obat tradisional China.
Pemeritah setempat diduga menggunakan tindakan keras untuk mengurangi penyebaran virus corona.
Otoritas mengunci penduduk di dalam rumah dan menerapkan karantina yang lebih lama bagi warga yang tak patuh.
Bahkan beberapa warga mengaku dipaksa mengonsumsi obat tradisional China.
Padahal pemaksaan seperti itu dinilai ahli sebagai pelanggaran etika medis.
Seorang wanita Uighur mengatakan dia dijebloskan ke dalam sel bersama puluhan wanita ketika puncak-puncaknya wabah.
Dia mengklaim penjaga memaksanya minum obat yang berefek mual dan lemas.
Dia juga mengaku diminta telanjang sekali dalam seminggu dan menutupi wajah saat disemprot disinfektan.
"Itu mendidih," ujar wanita ini dengan syarat anonim karena takut dengan otoritas.
"Tangan saya rusak, kulit saya mengelupas," tambahnya.
Wanita Uighur ini dibebaskan dan dikunci di dalam rumahnya setelah sebulan ditahan, meskipun tes rutin menunjukkan dia bebas dari Covid-19.
Dia mengklaim bahwa para penjaga memaksanya untuk minum obat tradisional dalam botol putih tanpa tanda sekali sehari.
Mereka mengancam akan menahannya bila tidak patuh.
Otoritas lokal mengatakan langkah-langkah tersebut dilakukan demi kesejahteraan penduduk.
Lockdown di Xinjiang diperbaharui setelah total kasus Covid-19 di sana mencapai 826, terhitung sejak Juli.
Meskipun jumlah kasus di Xinjiang menjadi beban kasus terbesar di China, langkah ketat dan keras sudah berlaku sejak nol infeksi di sana.
China tepatnya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei merupakan pusat penyebaran Covid-19 pertama kali.
Akibatnya kota itu dikunci hingga berbulan-bulan lamanya.
Meskipun Wuhan bergulat dengan lebih dari 50.000 kasus, jauh lebih banyak dari Xinjiang, penduduk tidak dipaksa sebagaimana dilakukan di Xinjiang.
Walaupun lockdown di Wuhan terbilang ketat, tapi warga diizinkan keluar dan tidak dipaksa minum obat tradisional.
Bahkan reaksi pemerintah pada 300 kasus di Beijing pada Juni lalu lebih santai lagi.
Otoritas hanya menutup beberapa lokasi yang dinilai berbahaya dalam beberapa minggu.
Sebaliknya, sekitar setengah dari 25 juta warga Xinjiang di pelosok menjalani lockdown padahal lokasinya jauh dari pusat wabah di Ibukota Urumqi, sebagaimana diberitakan media pemerintah.
Lockdown di Xinjiang diawasi aparat yang nampaknya telah mengubah wilayah tersebut menjadi negara polisi.
Selama tiga tahun terakhir, otoritas menyapu satu juta atau lebih orang Uighur, Kazakh, dan etnis minoritas lainnya ke dalam berbagai bentuk penahanan.
Mereka dimasukkan ke dalam kamp dan dilatih dengan kekerasan.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Cerita Lockdown di Xinjiang: Warga Dikurung, Dipaksa Minum Obat Tradisional China, dan Didesinfeksi"