Hal tersebut merupakan cara curang China menghindari adanya peningkatan ketegangan dengan negara ASEAN.
Interpretasi ini sepertinya terlalu murah hati, karena nyatanya China lakukan aksi militer di wilayah tersebut yang bisa merusak hubungan dengan ASEAN.
Tidak ada alasan untuk berharap kebijakan mengenai klaim tidak jelas atas nine-dash line akan segera berubah.
Dan selama masih ada makna ganda sepetti ini, sama sekali tidak ada kemungkinan niat baik dari China dalam bernegosiasi atas usulan mereka menggabungkan China dan Indonesia.
Jika suatu saat Indonesia mau bergabung dengan SRMA, maka hak kedaulatan maritim atas Zona Ekonomi Eksklusif di perairan Natuna akan hilang.
Pasalnya, akan ada pihak berwenang yang mengurusi sumber daya alam, sehingga perairan Indonesia yang kaya itu akan direbut oleh China, yang akan mulai mengeksplorasi wilayah yang mereka klaim jadi wilayah 'gabungan'.
Langkah Presiden Joko Widodo dalam memperkuat posisi Indonesia cukup bagus, yaitu fokus dalam tiga hal: turisme maritim, energi dan pertahanan Natuna.
Jakarta memang lebih tertarik mengembangkan Pulau Natuna menjadi sumber cuan daripada bergabung dengan CHina.
Tingkah China yang nakal susupi Natuna untuk 'memancing' baik memancing ikan maupun memancing kerusuhan telah sebabkan meningkatnya aktifitas penegak hukum diterapkan oleh Indonesia.
Tidak bisa tidak, kita sudah melihat China sebagai ancaman, sehingga jika Jakarta tiba-tiba bergabung dengan China maka akan banyak pihak oposisi yang naik pitam.