"Dia masalah keluarga, ekonomi tidak mampu, secara agama dia Salat saja tidak bisa. Jadi kalau saya melihat ini lone wolf, dia melakukan sendiri, tunggal, tidak berafiliasi dengan kelompok manapun. Karena tayangan-tayangan dia akhirnya dari suka, menjadi tidak suka," tutur Ken.
Alpin terpengaruh di media sosial. Terprovokasi di media sosial bahwa Pemerintah Indonesia tidak adil, kemudian banyak koruptor dibiarkan.
Ditambah tekanan karena orang tua yang berpisah. Kemudian terpengaruh dengan tayangan-tayangan yang menyudutkan timur tengah.
"Dia korban di internet, latar belakangnya adalah keluarga yang tidak harmonis. Dia bukan gila, tapi dia orang yang psikopat. Dia menyendiri, dia punya dunianya sendiri, punya pemikiran yang berbeda dengan umumnya. Sehingga dia melakukan hal-hal di luar nalar," ucap Ken.
Ken mengatakan Alpin berasal dari keluarga dengan ekonomi yang pas-pasan.
Ibunya kerja sebagai Tenaga Kerja Wanita di Hongkong. Sementara Alpin sendiri belum berkeluarga.
"Dia tinggal di rumah sempit, satu rumah dihuni banyak keluarga. Kadang-kadang temperamen, marah, anak broken home.
"Punya waktu sela, dia punya duit ke warnet, main medsos, main game dan di situ dia ketemu seseorang.
"Siapa orang yang menunjukan, katanya dia tidak kenal, cuma ngasih lihat sesekali, terus tertarik sendiri," kata dia.
Ken melihat Alpin sebagai korban internet.