Sempat dijual dengan harga fantastis, kini harga tanaman itu sudah mulai turun, tidak setinggi di masa puncak popularitasnya.
Apa yang sebenarnya terjadi pada fenomena pasar yang seperti ini?
Ekonom dari Institute Development of Economics and Financial (Indef), Bhima Yudhistira menyebut fenomena semacam ini disebut sebagai gelembung ekonomi atau bubble economy.
"Teorinya adalah gelembung ekonomi (bubble economy) di mana harga aset menyimpang jauh dari nilai intrisiknya," kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Minggu (27/9/2020).
Bhima menjelaskan, dalam sejarahnya fenomena ini pertama kali tercatat pada 1637.
Saat itu, bunga tulip dihargai 3.000-4.200 Gulden di Eropa.
"Kemudian Charles Mackay, menulis buku terkenal Extraordinary Popular Delusions and the Madness of Crowds, bahwa harga tulip bisa melambung tinggi karena pasar irasional," sebut Bhima.
Pasar irasional ini jugalah yang saat ini terjadi pada harga jual jenis tanaman monstera di Indonesia.
Gejala irasionalitas