Tekadnya yang kuat untuk tetap bersekolah membuat Mayjen TNI Hassanudin harus mengikuti waknya ke kota (Palembang).
Di kota, sambil sekolah, Hassanudin berkerja sebagai pedagang asongan. Dia berjualam empek-empek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Kalau tempat tinggal dan makan ditanggung sama wak saya, tapi kebutuhan lain harus cari sendiri dengan menjadi pedagang asongan,” kata Pangdam IM mengenang perjalanan hidupnya.
Meski sudah ke kota, namun Hassanudin tak pernah melupakan ibunya di kampung. Saban tahun saat libur, dia selalu pulang untuk menjenguk ibunya.
Singkat cerita, setelah menyelesaikan pendidikan di jenjang SMP, Hassanudin kemudian melanjutkan kembali pendidikannya ke SMA.
Saat itulah, Hassanudin bingung karena waknya meminta Hassanudin masuk ke SPG (Sekolah Pendidikan Guru) karena bisa mendapat beasiswa atau dibiayai pemerintah.
Namun, Hassanudin sendiri ingin melanjutkan ke SMA. Waknya tetap bersikeras agar dia masuk ke SPG agar kelak mudah diterima menjadi guru.
“Wak saya bilang, mau masuk SMA kamu, siapa yang biayai? Dibilang saya tidak tahu diri, saya dimarahi. Kalau SPG saya boleh tinggal di situ,” ungkap Hassanudin mengenang kisah itu.
Akhirnya, adik ibunya yang paling bontot meminta Hassanudin untuk tinggal bersamanya. Dia pun ikut, kebetulan pamannya ini adalah seorang polisi.
“Beliau bilang, kamu ikut saya saja sekolah. Akhirnya saya mau dan beliau menyekolahkan saya, saya sekolah di SMA,” ujarnya.
Saat itu, Hassanudin tak lagi menjadi pedagang asongan. Dia fokus sekolah dan hidup berdua dengan pamannya tersebut.