Militer Malaysia yang didukung Inggris dan negara-negara persemakmuran seperti Selandia baru serta Australia tidak bisa dihadapi oleh pasukan gerilya yang menyamar dan mengunakan persenjataan terbatas.
Gerilyawan Indonesia yang terdiri dari para sukarelawan bahkan harus menghadapi pasukan Gurkha dan SAS Inggris yang sudah sangat berpengalaman dalam pertempuran hutan.
Selain itu, garis perbatasan Malaysia-Indonesia yang panjangnya sekitar 1000 km juga tidak mungkin hanya diamankan oleh pasukan gerilya.
Baca Juga: Cari Keyword Ini di Google, Data dan IP Netizen Diserahkan ke Polisi, Ini Kronologinya
Kondisi itu mungkin tidak terpikirkan oleh Presiden Sukarno yang sedang bersemangat setelah sukses merebut Irian Barat lewat Trikora.
Tapi bagi Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Achmad Yani, situasi medan tempur di perbatasan itu sangat merisaukannya, kendati Angkatan Darat sudah mengirim Batalyon II RPKAD (sekarang Kopassus) untuk mengamankan perbatasan.
Seperti dilansir dari buku Benny Moerdani : Tragedi Seorang Loyalis, Letjen Ahmad Yani pun segera memanggil personel andalan RPKAD yang sukses memimpin perang gerilya di Irian Barat, Mayor Benny Moerdani.
Tugas yang kemudian dibebankan kepada Benny adalah segera berangkat ke Kalimantan Utara dan mengorganisasi cara menangkal aksi penyusupan pasukan Inggris.
Karena tugas Benny merupakan misi rahasia dan setibanya di Kalimantan Utara tidak menggunakan identitas prajurit RPKAD, Benny yang berangkat langsung dari Cijantung hanya membawa tim kecil.
Tujuan operasi penyusupan tim kecil Benny adalah mengamati rute-rute penyerbuan yang nantinya bisa dipakai oleh induk pasukannya.
Kawasan yang pertama kali menjadi daerah operasi Benny dan timnya di Kalimantan Utara adalah sebuah dusun kecil yang berlokasi di seberang perbatasan Serawak-Kalimantan Barat.
Source | : | intisari |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar