Ini juga merupakan bukti dukungan MBS untuk langkah MBZ yang menghubungkan keamanan Teluk dengan Israel sebagai cara untuk melindungi aturan dan pengaruh regional mereka.
Semua ini adalah pembalikan peran yang mengejutkan, mengingat Arab Saudi mulai bangkit menjadi keunggulan regional dan global pada akhir 1960-an, bahkan sebelum UEA muncul.
Namun, Arab Saudi tak menyerah untuk tetap menjadi negara yang unggul di kawasan negara Teluk dan Arab.
Meski, hal tersebut harus dilakukan dengan mempertaruhkan Palestina untuk meminta dukungan Israel.
Alih-alih membalikkan kebijakannya yang merusak, mengakhiri perang di Yaman, berdamai dengan Qatar, dan memperkuat persatuan Teluk dan Arab untuk menetralkan Iran, putra mahkota Saudi justru memperkuat aliansi rahasia dengan Israel untuk membuka jalan menuju normalisasi penuh dengan penjajah tanah Arab tersebut.
Menurut laporan Wall Street Journal baru-baru ini, MBS telah mendorong UEA dan Bahrain untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.
Hal tersebut sebagai awal dari normalisasi Saudi yang akan segera terjadi, tetapi tanpa persetujuan ayahnya, Raja Salman.
Raja Salman dikabarkan bersikukuh bahwa Arab Saudi baru bersedia menormalisasi hubungan dengan Israel hanya setelah munculnya negara Palestina.
Terlepas dari kebenaran kabar tersebut, atau hanya ayah dan anak yang berperan sebagai "polisi baik, polisi jahat" dengan membawaPalestina, hubungan diplomatik dan strategis dengan Israel mungkin terbukti menjadi jerami yang mematahkan punggung unta.
Apa pun yang bisa ditawarkan Israel dalam hal pengetahuan, teknologi, dan persenjataan, sudah ditawarkan dengan potongan harga oleh kekuatan dunia.