GridHot.ID - Pemerintah India terus berupaya menghilangkan identitas Muslim di wilayah Kashmir dalam dua tahun terakhir ini.
New Delhi terus mendorong perubahan Undang-Undang Pertanahan kontroversial dalam wilayah tersebut.
Penduduk Jammu dan Kashmir telah menyuarakan keprihatinan atas masa depan mereka.
Tindakan itu diberi label serangan pada identitas Kashmir dan upaya untuk menyita tanah di wilayah yang disengketakan.
"Amandemen yang tidak dapat diterima pada hukum kepemilikan tanah di Jammu dan Kashmir," kata mantan Menteri Utama Jammu dan Kashmir, Omar Abdullah tweeted pada Selasa (27/10/2020).
"Wilayah itu sekarang untuk dijual dan pemilik tanah yang lebih miskin akan menderita," tambahnya.
Kementerian Dalam Negeri India telah mengatakan Wilayah Persatuan (UT) dari Orde Ketiga Reorganisasi Jammu dan Kashmir (Adaptasi Hukum Sentral) 2020 akan mulai berlaku dengan segera.
Ditambahkan, pembangunan besar-besaran akan segera dilaksanakan di Jammu dan Kashmir.
Di bawah undang-undang baru, orang non-Kashmir dapat membeli tanah di wilayah tersebut.
Ini menjadi yang pertama untuk wilayah tersebut untuk tujuan perumahan, industri atau pendidikan, tetapi tidak untuk keperluan pertanian.
Tindakan tersebut telah memicu kecemasan di antara penduduk di lembah dan di seberang Jammu.
"Saya tidak bisa berkata-kata," kata pengacara yang berbasis di Srinagar, Deeba Ashraf, kepada Arab News, Rabu (28/10/2020).
Source | : | Serambinews.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar