Gridhot.ID - UU Cipta Kerja memang masih menjadi kontroversi.
Banyak orang menolak habis-habisan UU tersebut bahkan hingga melakukan demo penolakan besar-besaran.
Namun perjalanan panjang Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau dikenal dengan omnibus law Cipta Kerja akhirnya selesai dan diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Beleid sapu jagat Cipta Kerja ini resmi diundangkan pada Senin (2/11) dan ditandai dengan penomoran tepatnya menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan sudah tersedia di laman resmi Setneg.go.id.
UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari ini, Senin 2 November 2020, dan langsung diundangkan pada 2 November 2020 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoli, pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245
Penomoran beleid UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini memang sudah dinantikan banyak pihak, terutama bagi mereka yang kontra dan menolak keberadaan beleid sapu jagat ini, serta untuk mengakhiri spekulasi soal naskah finalnya yang sempat jadi misteri.
Adapun UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini resmi diundangkan dengan jumlah halaman 1.187, jumlah halaman ini agak berbeda dengan draf naskah final UU Cipta Kerja yang diserahkan Sekretariat Jenderal DPR RI kepada Sekretariat Negara (Setneg) setebal 812 halaman pada 14 Oktober 2020.
Perubahan jumlah halaman naskah final sebelum resmi menjadi UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini sempat memantik reaksi negatif dari publik lantaran pasca disahkan dalam rapat paripurna DPR RI bersama pemerintah pada 5 Oktober 2020, terdapat beberapa perubahan jumlah halaman naskah final sebelum diundangkan menjadi UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun, saat rapat paripurna lalu jumlah halaman naskah ini adalah 905 halaman.
Kini, setelah sah dundangkan menjadi UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, ada dua tugas yang mesti dilakukan pemerintah berikutnya. Pertama, menyiapkan aturan turunan UU Cipta Kerja ini agar bisa dilaksanakan, serta menghadapi gelombang gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) dari pihak yang keberatan.