1. Dibolehkan, tapi nggak diwajibkan
Nadiem Makarim mengatakan, pembelajaran tatap muka yang kembali akan dilakukan pada 2021 sifatnya bukan kewajiban.
Menurutnya, kebijakan kembali membuka sekolah untuk pembelajaran tatap muka sifatnya diperbolehkan atas keputusan tiga pihak.
"Sekali lagi harus saya tekankan, pembelajaran tatap muka ini diperbolehkan, nggak diwajibkan. Diperbolehkan dan keputusan itu ada di pemda, kepala sekolah dan orang tua yaitu komite sekolah," ujar Nadiem.
"Jadi ada tiga pihak yang akan menentukan apakah sekolah itu boleh dibuka. Kalau tiga pihak ini nggak mengizinkan sekolah itu buka, maka sekolah itu nggak diperkenankan untuk dibuka. Tapi kalau tiga pihak itu setuju, berarti sekolah itu mulai boleh melaksanakan tatap muka ya," lanjutnya menjelaskan.
Kebijakan baru ini berbeda dengan aturan sebelumnya yang terdapat pada surat keputusan bersama (SKB) sejumlah kementerian.
Dalam SKB yang lama, penentu diperbolehkannya pembelajaran tatap muka adalah peta zonasi risiko wilayah dari Satgas Penanganan Covid-19.
Selain itu, lanjut Nadiem, para kepala daerah bisa melakukan pembukaan sekolah secara serentak atau secara bertahap.
"Kalau di kecamatan tertentu mungkin akan dibuka yang tahap pertama dan tahap kedua, tapi ini adalah kewenangan dari pada pemerintah daerah yang nggak harus semuanya, bisa bertahap kalau mau," kata Nadiem mencontohkan.
"Ini adalah keputusan, jadi fleksibilitas yang diberikan berdasarkan evaluasi pemda terhadap tingkat keamanan dan kesehatan," tegasnya.
Lebih lanjut Nadiem menyebut persetujuan Kepala Dinas Pendidikan di daerah faktor yang perlu jadi pertimbangan dalam pemberian izin pembelajaran tatap muka.
Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan adalah, tingkat risiko penyebaran, kesiapan satuan pendidikannya, lalu keterpenuhan sejumlah syarat yang mendukung pembelajaran tatap muka tetap aman dari potensi penularan Covid-19.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Nicolaus |
Komentar