Mulanya, Amerika menerapkan bahwa semua pasien Covid-19 perlu diuji kontak tracing.
Namun, pada Agustus 2020 Presiden Trump mengatakan bahwa pasien asimtomatik tidak perlu diuji.
"Trump bilang nanti kalau dites banyak nanti malah semakin banyak orang positif, dan seolah-olah membuat Amerika tampak buruk menghadapi pandemi.
Tapi kemudian kan pada bingung di sana, jadi kemudian para ahli protes," ujarnya.
"Setelah protes bolak-balik, dan ada kritik para ahli, sekarang yang asimtomatik kalau terpapar ya harus dites kontak tracing. Kan supaya kita tahu orangnya siapa dan nanti dikarantina agar tidak menular," sambung dia.
Sebelumnya, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo meminta dinas kesehatan masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota menghemat pengadaan tes usap (swab PCR).
Ia mengatakan, pengadaan tes usap semestinya mengacu pada ketentuan Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 1.000 orang per 1 juta penduduk dalam 1 pekan.
Rencana ini dikarenakan Doni menemukan provinsi yang dalam sepekan jumlah tes usapnya melebihi ketentuan WHO.
Semestinya, kata dia, pengadaan tes usap yang terpenting memenuhi standar WHO dan sisanya dihemat untuk mengantisipasi wabah Covid-19 yang belum diketahui kapan akan selesai.
“Mungkin sekitar 7.000-10.000 per pekan (di tiap provinsi), tetapi kenyataannya DKI hari ini sudah mencapai 90 (90.000) pemeriksaan. Ini tolong harus ada asas penghematan. Jangan dihamburkan pemeriksaan yang tidak sesuai dengan target yang ada,” ujar Doni dalam rapat koordinasi penanganan Covid-9 secara virtual, minggu (13/12/2020) malam.