Medan yang tidak ramah itu membuat seorang komandan harus memisahkan penyebaran formasi besar.
Di pantai utara rawa-rawa besar memperlambat pergerakan darat.
Sementara itu hujan muson setinggi delapan atau sepuluh inci mengubah aliran air menjadi sungai yang tidak bisa dilewati.
Jalan hanya ada jalan setapak, tidak ada rel kereta api, dan jalur suplai hanyalah jalur asli selebar satu meter, yang bisa dengan mudah berubah menjadi genangan lumpur sedalam betis.
Tentara cepat kelelahan, dan musuh bisa bersembunyi sangat baik.
Pasukan infanteri yang membawa senjata, peralatan dan amunisi terhuyung-huyung di suhu wilayah tropis yang panas dan lembab.
Itulah medan operasi Papua, di mana pasukan Sekutu menghadapi pasukan Jepang yang lihai dan gigih di medan pertempuran penuh penyakit.
Sekutu dan Jepang berhadapan di pulau Papua pada Januari 1943 layaknya dua kelas berat yang babak belur.
Putaran pertama dimenangkan Sekutu dan Australia yang telah mengusir Jepang dari Papua Nugini.
Selanjutnya Komandan Wilayah Pasifik Barat Daya (SWPA) Jenderal Douglas MacArthur akhirnya memiliki landasan udara dan pangkalan pementasan di Buna, Papua Nugini.
13 ribu pasukan Jepang tewas, sedangkan korban Sekutu mencapai 8500 tentara tewas, 5698 merupakan tentara Australia, sementara kasus malaria dilaporkan mencapai 27 ribu kasus.