Khususnya oleh rakyat Sulawesi Selatan karena masih jarang yang memilikiradio.
Oleh karena itu pasukan NICA dan KNIL yang sudah dibebaskan olehpasukan Jepang dari tahanan memanfaatkan situasi minimnya informasi diSulawesi Selatan itu untuk mengambil alih kekuasaan. Pasukan NICA dan KNIl yang dengan cepat melakukan konsolidasi itulangsung memiliki pengaruh karena didukung persenjataan hasil rampasandari pasukan Jepang yang sudah menyerah kepada Sekutu.
Baca Juga: Klaim 99 Persen Manjur, Rusia Sesumbar Temukan Obat Penawar Covid-19, Lebih Ampuh dari Vaksin
Pada 24 September 1945, pasukan Sekutu (Australia-Belanda) mendarat diMakassar untuk melaksanakan misi pembebasan tawanan pasukanBelanda yang ditahan Jepang sekaligus melucuti persenjataan pasukanJepang.
Pasukan Sekutu itu selain membawa pasukan Belanda juga membekali diridengan “surat sakti”, yakni Perjanjian Postdam yang ditandatangani pada26 Juli 1945.
Isi perjanjian Postdam itu menyatakan bahwa “wilayah yang didudukimusuh” (occupied area) harus dikembalikan kepada penguasa semula.
Jika isi perjanjian itu dikaitkan dengan Indonesia, berarti pasukan Jepangharus mengembalikan Indonesia kepada Belanda.
Singkat kata Belanda memang ingin menguasai Indonesia lagi danmenjadikan Makassar sebagai ibukota Negara Indonesia Timur.
Para pejuang kemerdekaan di Makassar pun kemudian membentukpasukan perlawanan demi melawan pasukan Belanda.
Pasukan perlawanan yang saat itu berhasil dibentuk untukmempertahankan kemerdekaan RI adalah Laskar Pemberontak RakyatIndonesia Sulawesi (Lapris).
Baca Juga: Resmi! Subsidi Listik PLN Diperpanjang hingga Maret 2021, Begini Cara Mudah Klaim Token Gratis
Salah satu pejuang Lapris yang kemudian gugur dan menjadi pahlawannasional adalah Robert Wolter Mongisidi.