"Tidak ada kosa kata untuk utang lunas, karena ketika jatuh tempo akan dibayar dengan penerbitan utang baru," kata Bhima kepada Kompas.com, Minggu (17/1/2021).
Selain itu, model APBN yang didesain terus menerus defisit juga menyulitkan Indonesia untuk bisa keluar dari ketergantungan utang.
Dengan kondisi ini, hal yang harus dikhawatirkan adalah debt overhang atau overhang utang, yaitu kondisi ketika utang semakin berat sehingga membuat ekonomi sulit tumbuh tinggi.
Bhima mengibaratkannya dengan kapal. Saat kapal sudah kelebihan muatan, maka akan sulit bergerak cepat.
"Karena tiap tahun bunga utang menyita 19 persen dari pendapatan negara, maka uang yang harusnya dibuat untuk belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan pembangunan akan terbagi untuk membiayai pembayaran bunga utang dan cicilan pokok," ujar dia.
Oleh karena itu, ia menilai, sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7-10 persen dan lepas dari middle income trap.
Ia menjelaskan, langkah terbaik yang harus dilakukan pemerintah adalah mengendalikan belanja pemerintah agar utang ikut terkendali.
Menurut dia, belanja yang sifatnya boros dan hanya menggemukkan birokrasi, seperti belanja pegawai dan belanja barang, harus dipangkas.
"Belanja infrastruktur yang tidak urgen juga bisa dipotong. Selain itu, belanja yang celah korupsinya tinggi memang harus ditertibkan," kata Bhima.
"Misalnya kemarin itu, saya setuju jangan bantuan sembako barang tapi dibuat transfer tunai untuk cegah korupsi bansos," lanjut dia.