Gridhot.ID – Pada Senin (8/2/2021) Rumah Tahanan Mabes Polri dihebohkan dengan peristiwa meninggalnya Ustaz Maaher At-Thuwailibi.
Dikutip dari laman TribunWow.com, Ustaz Maaher meninggal saat menjalani masa hukumannya di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri Jakarta Selatan.
Sebelum meninggal, Maaher dikabarkan sempat mengalami sakit di bagian usus dan lambung.
Akibat penyakitnya tersebut, Maaher sempat diantarkan di Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur pada Kamis (21/1/2021).
Hal itu diungkapkan langsung oleh sang istri, Iqlima.
Menurutnya, kondisi suaminya sempat menurun pada 18 Januari 2020, sehingga harus mendapatkan perawatan.
Iqlima menambahkan bahwa sebenarnya sejauh ini Ustaz Maaher belum benar-benar dinyatakan sembuh.
"Ustaz ini lagi masih dalam pengobatan TB usus, jadi harusnya ustaz kontrol ke RS, tapi karena lagi begini ya kirim obat," kata Iqlima usai menjenguk Maheer di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (18/1/2021).
Iqlima mengatakan bahwa penyakit yang diderita Maaher sudah ada sebelum ditangkap polisi pada 3 Desember 2020.
Adapun penyakit TB usus, mungkin cukup jarang didengar.
Masyarakat kita lebih mengenal TBC hanya menyerang paru, pasien dengan TB paru sering disebut kena flek pada parunya.
Tetapi sebenarnya, ada istilah TBC ekstra paru, yaitu selain organ paru, TBC bisa mengenai berbagai organ tubuh kita seperti kulit, kelenjar, usus, hepar, selaput otak (meningitis TBC), dan sumsum tulang belakang.
Dilansir dari Kompas.com, tuberkulosis pada umumnya disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.
Penderita paru yang tak diobati dapat mengeluarkan butiran ludah (droplet) yang mengandung kuman tuberkulosis.
Butiran tersebut dapat terhirup orang lain dan masuk ke dalam paru-paru.
Kuman akan bersarang di sana dan kemudian juga dapat menyebar melalui kelenjar bening dan darah.
Penyebaran melalui darah memungkinkan terjadinya tuberkulosis di luar paru, seperti peritonitis tuberkulosa (radang selaput usus karena tuberkulosis).
Gejala umum peritonitis ini hampir sama pada penyakit tuberkulosa di paru, yaitu demam, nafsu makan berkurang, dan berat badan turun.
Selain itu, juga akan terdapat gejala khusus yang berkaitan dengan gangguan fungsi usus, seperti nyeri perut, ada benjolan di perut, hingga gangguan buang air besar.
Pada keadaan akut, dapat terjadi peritonitis tuberkulosa yang disangka appendicitis (radang usus buntu).
Pada operasi akan didapati usus buntu, tapi terdapat bercak putih pada selaput dinding perut yang menyerupai keju.
Diagnosis peritonitis tuberkulosa lebih sulit daripada tuberkulosis paru.
Di samping pemeriksaan klinis, diperlukan juga pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan ultrasonografi, CT Scan abdomen, bahkan mungkin pemeriksaan laparoskopi.
Oleh karena itu, memang biasanya diagnosis lebih lambat.
Terapi peritonitis tuberkulosa pada prinsipnya sama dengan tuberkulosis paru.
Pada umumnya, seseorang yang mengalami peritonitis tuberkulosa, setelah kuman tuberkulosa di udara terhirup masuk ke paru, kemudian kuman tersebut akan menyebar ke luar paru.
Ada beberapa faktor yang memudahkan penularan kuman tuberculosis, yaitu lingkungan udara yang pengap, adanya sumber penularan berupa penderita tuberkulosis paru yang tidak diobati atau diobati namun tidak tuntas, dan orang sekitar yang kekebalan tubuhnya rendah (kurang gizi).(*)