Menurut dokumen OpenLux, gedung tersebut dibeli seharga 350 juta euro atau sekitar Rp 6 triliun.
Beli properti di Jerman lewat Cayman Islands Sumber dokumen OpenLux salah satunya adalah keterangan dari anggota Parlemen Uni Eropa dari fraksi Partai Hijau, Sven Giegold.
Dia mengungkapkan, keluarga Sukanto Tanoto melakukan pembelian terselubung lewat beberapa perusahaan cangkang di Cayman Islands, Singapura, dan Luxembourg.
Dia menyebut, pembelian terselubung biasanya dilakukan untuk pengemplangan pajak atau pencucian uang dan sangat merugikan Jerman, Luxembourg dan Indonesia.
Otoritas di Jerman tidak mengetahui bahwa konglomerat sawit asal Indonesia itu yang membeli properti-properti tersebut, kata dia.
Organisasi lingkungan Greenpeace menyebut Sukanto Tanoto sebagai "sosok perusak hutan terbesar dunia" dan menuduh praktik bisnis minyak sawitnya terlibat berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan berbagai praktik penghindaran pajak.
Sven Giegold menekankan, praktik pengemplangan pajak merugikan tidak hanya Jerman dan Uni Eropa, melainkan juga Indonesia. Di Jerman saja, kerugiannya mencapai lebih 20 miliar euro.
Investigasi dimungkinkan 'aturan transparansi' Uni Eropa
Proyek OpenLux digalang oleh OCCRP, platform jurnalisme investigatif untuk mengungkap kasus-kasus kejahatan terorganisir dan korupsi skala besar, yang dalam proyek ini berkolaborasi dengan media Prancis Le Monde dan media Jerman Süddeutsche Zeitung (SZ).
Investigasi untuk pelacakan kepemilikan yang dibeli dengan konstruksi perusahaan cangkang dimungkinkan di Uni Eropa, setelah ditetapkan Aturan Transparansi pada 2018 untuk memerangi korupsi, pencucian uang dan pendanaan terorisme.