Ketika sedang melakukan tur keliling dunia, Aletta Jacobs mengunjungi Hindi Belanda di Batavia pada 18 April 1912.
Aletta Jacob mendesak Gubernur Jenderal A.W.F. Idenburg agar perempuan bumiputra diizinkan mendaftar dan memperoleh pendidikan kedokteran di STOVIA.
Desakan tersebut akhirnya membuahkan hasil.
Kemudian Marie Thomas masuk ke STOVIA setelah mendapat dukungan beasiswa dari Studiefonds voor Opleiding van Vrouwelijke Inlandsche Artsen (SOVIA).
Tidak hanya desakan Aletta, sumber lain menyebut yang meloloskan Marie Thosmas ke sekolah kedokteran STOVIA seperti yang tertulis dalam buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Utara (1978) karya Bambang Suwondo, ternyata di daerah Minahasa sudah sejak sebelum kedatangan bangsa barat kaum wanita dipandang sederajat dengan kaum laki-laki.
Di sekolah yang diselenggarakan Zending maupun pemerintah, terdapat murid-murid perempuan bercampur dengan murid laki-laki.
Banyak perempuan Minahasa yang telah menempuh tingkat pendidikan tinggi sebelum hal serupa dicapai oleh perempuan Indonesiadari daerah-daerah lainnya.
Nah, perjuangan Marie Thomas merantau ke Batavia, masuk dan belajar di STOVIA telah menjadi contoh baik bagi para perempuan Indonesia lainnya.
Apalagi dengan mengambil jurusan yang tepat, ketika dia lulus sepuluh tahun dari STOVIA. Pada 1922, Marie thomas telah menjadi ahli ginekologi dan kebidanan pertama di Indonesia.