Mereka tega memanfaatkan derita tetangga, orangtua, dan saudara demi memperkaya diri.
"Waktu itu calo-calo diperlakukan istimewa oleh Lapindo," kata Harwati.
Keistimewaan lain, pembayaran ganti rugi aset para calo ini langsung dilunasi. Perlakuan itulah yang menggoda Harwati. Dia pun akhirnya berhenti jadi calo setelah rumah orangtuanya dilunasi dan mereka bisa membeli tanah di Desa Candi Pari, Porong.
"Lebih baik kerja ngojek, uangnya berkah dimakan anak saya, meski hasilnya pas-pasan, paling banyak Rp 1,2 juta per bulan," ujar perempuan yang akhirnya memilih berjuang bersama korban lumpur tersebut.
Bencana selalu mengakibatkan perubahan sosial di masyarakat. Namun, bencana akibat lupa memasang casing atau selubung bor saat mengebor di sumur Banjar Panji 1 milik Lapindo Brantas Inc itu menyebabkan perubahan sosial yang luar biasa.
Krisis identitas
Semburan Lumpur Lapindo 29 Mei 2006 volume 100.000-150.000 meter kubik per hari atau 12.500 truk tangki per hari.
Data BPLS volume sekarang 30.000–50.000 meter kubik per hari. Pusat semburan 150-200 meter dari sumur pengeboran BJP 1, Kecamatan Porong.
Total korban lumpur di dalam peta (yang rumahnya sudah terkubur) dan di luar peta (yang belum terkubur) sebanyak 90.000 jiwa. Mereka berasal dari 19 desa terdampak yang ada di Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Jabon, dan Kecamatan Porong. Puluhan ribu jiwa itu mengalami krisis identitas kependudukan sebab mereka hanya memegang KTP lama yang mandul untuk mengakses pelayanan sosial, kesehatan, dan pendidikan.