Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Amerika Dibuat Bimbang, Konflik Timur Tengah Memanas hingga Anak Emasnya Dibombardir Militer Hamas, Joe Biden Kebingungan Harus Bela Palestina atau Israel

Nicolaus - Minggu, 16 Mei 2021 | 09:13
Presiden Joe Biden dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, pemimpin negara AS dan Israel yang bersekutu dekat.
Politico

Presiden Joe Biden dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, pemimpin negara AS dan Israel yang bersekutu dekat.

Gridhot.ID-Israel terus melakukan serangan besar-besaran di Jalur Gaza yang menjadi markas Hamas hingga Rabu (12/5/2021).

Dilansir dari Kompas.com, serangan membabi buta yang dilakukan oleh Israel sendiri benar-benar tidak berimbang jika dikaitkan dengan kekuatan Hamas.

Kala Hamas hanya mampu menggunakan rudalnya untuk menyerang, Israel justru menerjukan pesawat-pesawat tempur tercanggihnya.

Baca Juga: Arya Saloka Sampai Tak Habis Pikir, Kelakuan Putri Anne di Belakang Keluarga Curi Perhatian hingga Disebut-sebut Nyaris Jatuh, Netizen: Gak Kuat Ya Allah Mau Nangis

Amerika Serikat pun jadi salah satu dekengan Israel.

Namun, meski anak emasnya itu menghadapi bombardir militer Hamas, juga dikecam dunia, AS justru berada dalam situasi yang sulit untuk mendukung Israel.

Pada 12 Mei, kantor berita Reuters mengutip pernyataan militer Israel yang mengatakan bahwa sejak 10 Mei, setidaknya 1.000 roket telah diluncurkan terus menerus dari Jalur Gaza oleh gerakan Islam Palestina Hamaske Israel, terutama di Tel Aviv.

Baca Juga: Nino Kepikiran Andin yang Sedang Hamil, Sedangkan Elsa Terus Diteror Ricky, Berikut Sinopsis Sinetron Ikatan Cinta Hari Ini Sabtu 15 Mei 2021

Sementara itu, sistem pertahanan Iron Dome Israel dikatakan berhasil mencegat sekitar 850 peluru.

Dari serangan Hamas itu, tidak diaporankan adanya korban jiwa.

Namun, beberapa bangunan di daerah yang terkena serangan menunjukkan tanda-tanda kerusakan.

Menanggapi serangan itu, Israel pada hari yang sama segera mengirimkan pesawat untuk menyerang banyak markas Hamas.

Akibatnya, 16 anggota pasukan Hamas termasuk seorang komandan senior, Bassim Issa, tewas. Lebih dari 35 warga sipil juga tewas dalam serangan udara Israel.

Baca Juga: Pegang Prinsip 'Biar Mahal Tapi Berguna', Angel Lelga Berikan Emas Batangan untuk THR Putri Kecilnya, Jumlah Koleksi Emas Hawra Capai Puluhan!

Menurut kantor berita Reuters, saling serang antara Israel dan Palestina dalam beberapa hari terakhir ini adalah yang paling serius sejak konflik 2014.

Saat itu, pertempuran itu menewaskan lebih dari 2.100 orang dan 10.000 lainnya luka-luka.

Menurut majalah Vox, kekerasan pecah pada akhir April ketika warga Palestina memprotes polisi Israel karena tidak mengizinkan mereka memasuki Yerusalem.

Baca Juga: Ngidam Bikin Baju Lebaran, Kejanggalan Sikap Nagita Slavina Jadi Sorotan Keluarga, Syahnaz: Anaknya Cewek Kali Ya?

Warga Palestina menganggap hal itu sebagai tindakan membatasi kebebasan berkumpul dan kebebasan beragama, sementara polisi Israel bersikeras ini hanya melakukan langkah untuk menjaga ketertiban.

Selain itu, mereka juga marah karena belum lama ini pemerintah Israel mengusir beberapa warga Palestina dari rumah mereka untuk memberi jalan bagi pemukim Israel.

Hal tersebut juga telah menjadi penyebab utama banyak bentrokan sejak awal tahun ini.

Bermula dari keputusan Pengadilan Regional Yerusalem memenangkan pemukim Yahudi yang ingin pindah ke tanah yang menjadi rumah bagi banyak keluarga Palestina.

Israel kembali mendapat banyak kecaman dari dunia internasional terkait perlakuannya terhadap warga Palestina, AS pun berada dalam posisi yang sulit.

Baca Juga: Diselimuti Kebimbangan, Akankah Aldebaran Tunjukkan Hasil Tes DNA Reyna Kepada Andin? Simak Sinopsis Sinetron Ikatan Cinta Hari Ini Rabu 15 Mei 2021

Melansir 24h.com, situasi tegang antara Israel dan Palestina saat ini tentunya akan menjadi perhatian besar bagi pemerintahan Presiden Joe Biden.

Lalu, apakah AS bisa membela sekutunya di tengah kecaman dunia terhadap Israel?

Berbicara pada konferensi pers pada 12 Mei, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Washington sangat prihatin dengan perkembangan di Jalur Gaza selama ini.

Baca Juga: Sempat Berseteru, Ketegangan Bobby Nasution dan Gubernur Sumut Mencair Usai Silaturahmi di Momen Lebaran, Edy Rahmayadi: Kaluarga Kami Sejak Dulu Dekat

Ia juga menegaskan bahwa AS akan terus mempertahankan komitmennya untuk mendukung solusi dua negara.

Sementara Blinken menekankan bahwa Washington mendukung hak Israel untuk membela diri, tetapi memperingatkan bahwa setiap tindakan kekerasan saat ini akan membuat upaya rekonsiliasi semakin sulit.

Menurut CNN, juru bicara Bliken menunjukkan bahwa AS, meskipun masih mendukung, tidak dapat sepenuhnya memihak Israel setelah hilangnya nyawa dan harta benda akibat serangan udaranya.

Pada bulan Februari, Menteri Luar Negeri Blinken mengumumkan bahwa pemerintahan Biden akan mendorong masalah hak asasi manusia menjadi pusat era baru kebijakan luar negeri AS.

"Amerika Serikat berkomitmen untuk dunia di mana hak asasi manusia dilindungi, pembela hak asasi manusia dihargai, dan pelanggar dimintai pertanggungjawaban," kata Bliken.

Baca Juga: Bulu Kuduk Auto Berdiri, Raffi Ahmad Ngaku Dibayang-bayangi Sapri Pantun Saat Siaran Langsung hingga Ada Firasat Kabel Nyangkut: Kirain Halusinasi

Dalam wawancara dengan Vox, Profesor Shibley Telhami dari University of Florida (AS) mengatakan bahwa sekaranglah saatnya AS berada di bawah tekanan untuk secara jelas menunjukkan prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia karena seluruh dunia sedang menyaksikan perkembangan di Jalur Gaza.

Jika AS tetap memberikan dukungan hanya untuk mempertahankan aliansi Israel, maka pemerintahan Biden berisiko kehilangan kredibilitas di mata komunitas internasional.

Terlebih, selain tekanan dari komunitas internasional, di AS sendiri juga ada banyak suara yang meminta Washington untuk mengutuk Israel secara terbuka.

Baca Juga: Tak Kalah Mentereng dari Sahrul Gunawan yang Duduki Kursi Wakil Bupati, Mantan Istrinya Ternyata Punya Jabatan Penting Ini, Begini Kabar Terbaru Indriani Hadi

J Street, organisasi nirlaba AS yang memperjuangkan perdamaian antara Palestina dan Israel, merilis pernyataan akhir pekan lalu yang meminta Biden untuk mengirim pesan yang jelas bahwa pengusiran Israel atas keluarga Palestina dari bagian timur Yerusalem sama sekali tidak dapat diterima.

Sementara itu, beberapa Demokrat juga menekan Biden.

Anggota Kongres Chris Van Hollen, anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, baru-baru ini juga memposting di halaman Twitter resminya, mengingatkan Biden untuk tidak melupakan komitmennya mendukung hak asasi manusia ketika seluruh dunia sangat kecewa dengan perlakuan Israel terhadap Palestina.

Terlihat kondisi saat ini akan membingungkan bagi pemerintah AS. Apakah prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh pemerintahan Biden akan berlaku atau apakah ia akan terus menghargai dan mendukung hubungan dengan sekutunya Israel .

Disebut, itu akan tergantung pada seberapa baik Washington menyeimbangkan kepentingan nasional dengan negara-negara lain.

Baca Juga: Nyalinya Patut Diacungi Jempol, Tak Pedulikan Rudal dan Roket yang Meledak di Belakangnya, Aksi Reporter Wanita Siaran Langsung di Tengah Serangan Israel Banjir Pujian

Namun, AS sendiri baru-baru ini menunjukkan sikapnya dalam pertemuan yang diadakan Dewan Keamanan PBB. Pada 12 Mei, Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat kedua tentang situasi tegang antara Israel dan Palestina.

Pada pertemuan tersebut, 14 dari 15 anggota dewan mendukung dikeluarkannya pernyataan yang menyerukan semua pihak untuk mengurangi ketegangan, kecuali AS. Alhasil, rapat pun berakhir tanpa pernyataan bersama.

Menurut seorang diplomat yang tidak disebutkan namanya, pihak AS menilai bahwa pertemuan Dewan Keamanan dua kali mengenai konflik Israel-Palestina sudah cukup untuk "menunjukkan kepedulian", sehingga tidak menyetujui pernyataan bersama.

Baca Juga: Pamer Calon Mantu yang Disebut Setia, Umi Kalsum Diduga Nyindir Adit Jayusman Karena Beri Pujian Selangit untuk Sosok Ini, Netizen: Kasian, Dulu Dibanggain...

Sebelumnya, dalam pertemuan pertama pada 10 Mei, delegasi AS juga tidak mendukung dokumen yang diusulkan oleh Tunisia, Norwegia, dan China, yang meminta semua pihak yang terlibat untuk menahan diri dari tindakan provokatif dan menuntut agar Israel berhenti mendeportasi keluarga Palestina di Yerusalem timur.

(*)

Source :Kompas.com

Editor : Grid Hot

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular

x