GridHot.ID - Israel dan Palestina sempat sepakat melakukan gencatan senjata.
Melansir TribunKaltim.co, gencatan senjata tersebut dilakukan usai hampir 2 pekan tentara Israel dan pejuang Palestina dalam hal ini Hamas bertempur.
Namun nyatanya Israel menodai kesepakatan genjatan senjata dengan Palestina.
Israel ingkar lalu kemudian melakukan penembakan terhadap jamaah di kompleks Masjid Al Aqsa.
Pasukan militer Israel kembali melakukan penyerangan terhadap warga Palestina yang sedang beribadah di Masjid Al Aqsa, Jumat (21/5/2021).
Serangan tersebut sontak membuat panik jemaah yang baru saja selesai melaksanakan ibadah salat Jumat.
Sementara itu, dilansir GridHot dari Serambinews.com, kebrutalan militer Israel terhadap warga Muslim Palestina tidak hanya terjadi dalam bentuk pembunuhan dan gempuran rudal.
Namun sikap brutal Israel juga tercermin dari misi rahasia yang dijalankan negara zionis itu untuk menghancuran struktur bangunan Masjid Al Alqsa dengan cara diam-diam.
Israel sejak puluhan tahun lalu telah menyuntikkan larutan kimia ke dalam dinding Masjid Al Aqsa agar bangunan yang menjadi salah satu titik pertikaian panjang antara Israel dan Palestina itu menjadi keropos dan retak, hingga akhirnya hancur dengan sendirinya.
Masjid ini pernah hancur oleh gempa bumi pada tahun 746 dan tahun 1033, namun kemudian berhasil dibangun kembali dan bertahan hingga saat ini.
Ternyata, selain pernah dihancurkan oleh alam, masjid suci ini konon diam-diam telah dirusak oleh Israel.
The Times of Israel, pada 21 Juli 2017, melaporkan bahwa seorang wakil pemimpin Gerakan Islam di Israel pernah mengungkapkan bahwa Israel telah menggunakan bahan kimia untuk diam-diam merusak infrastruktur Masjid Al-Aqsa.
Disebut, hal itu diungkapkannya dalam wawancara dengan Al-Jazeera pada 16 Juli tahun itu, dan ditranskripkan oleh Institut Penelitian Media Timur Tengah.
Dalam wawancara itu, Sheikh Kamal Khatib, mengatakan bahwa Israel telah menyuntikkan zat kimia ke dalam dinding masjid untuk menyebabkan korosi.
Dia menjelaskan bahwa zat yang dia klaim digunakan Israel tersebut memiliki efek tertunda, sehingga memungkinkan Israel mengklaim bahwa retakan-retakan pada struktur masjid terjadi secara alami karena waktu.
“Dua puluh dua tahun lalu, kami mengatakan bahwa Masjid Aqsa dalam bahaya. Saat itu, kami mengatakan bahwa selama penggalian, [terjadi] pendudukan menggunakan zat kimia yang memiliki efek jangka panjang.
"Zat-zat ini bisa menggerogoti bebatuan dan pilar, tapi efeknya tidak langsung terlihat, dan setelah itu baru bisa mengklaim retakan di dinding Al-Aqsa,” kata Khatib.
Menurutnya, keruntuhan Masjid Al-Aqsa secara perlahan itu sudah terjadi, dengan adanya celah dan lubang runtuhan di beberapa tempat.
"Itu sudah terjadi. Ada celah dan lubang runtuhan di beberapa tempat.
"[Rencana orang Israel adalah] mereka akan dapat mengklaim bahwa itu adalah pekerjaan alam. Sepertinya… Sebenarnya, saya tidak boleh mengatakan 'sepertinya', ” katanya kepada stasiun Qatar.
Dilaporkan, saat itu pewawancara bertanya kepada Khatib tentang apakah Israel ingin 'menjalankan skema rahasia' itu lagi baru-baru ini, ketika masjid ditutup setelah serangan teror 14 Juli, Khatib mengatakan: "Ya ya ya ya ya. Saya khawatir -saya hampir yakin- bahwa tujuan Israel menutup masjid tidak hanya untuk mencari senjata, seperti yang diklaim [Israel].
"Mereka tahu bahwa tidak ada senjata di dalam Masjid Al-Aqsa yang diberkati," katanya.
Serangan teror yang terjadi pada Juli 2017 itu sendiri merupakan serangan di mana tiga orang Arab-Israel menembak mati dua petugas polisi Israel di luar kompleks Temple Mount.
Akibat terjadi serangan itu, Israel kemudian menutup sementara kompleks tersebut.
Disebut, hal itu dilakukan untuk mencari lebih banyak senjata dan menerapkan langkah-langkah keamanan baru di pintu masuk Temple Mount, termasuk detektor logam dan kamera sebelum membukanya kembali.
Selain apa yang terjadi pada 2017, sejumlah konflik telah terjadi pula di kompleks suci ini sebelumnya.
Pada 1929, kerusuhan mematikan terjadi dengan umat Muslim yang bersatu mempertahankan situs tersebut.
Lalu pada 1996 keputusan Israel untuk membuka pintu masuk baru ke barat kompleks memicu bentrokan yang menewaskan lebih dari 80 orang dalam tiga hari.
Sementara kunjungan kontroversial ke kompleks Masjid Al-Aqsa pada September 2000 oleh pemimpin oposisi sayap kanan Israel Ariel Sharon, menjadi salah satu pemicu utama perlawanan Palestina kedua yang berlangsung selama 2000-2005.(*)