Sang ibu selalu memastikan bahwa mereka semua belajar dengan giat dan menyelesaikan pekerjaan rumah mereka.
Pada tahun 1948, perang pecah di wilayah itu dan membuat kehidupan Masri yang berusia 14 tahun terperosok jauh.
Sekolah dibatalkan dan serangan udara setiap hari memaksa bocah itu dan anggota keluarganya untuk mencari perlindungan di gua terdekat.
“Pilot Israel datang dengan pesawat untuk mengebom. Ada satu atau dua serangan udara setiap hari, biasanya sekitar jam 6 pagi,” kata Masri.
Karena perang, seperti warga Palestina lainnya, Masri dan keluarganya pindah ke Aley, Lebanon, untuk melanjutkan studinya.
Meski tinggal di Lebanon, hidup Masri hanya untuk Palestina dan dia berjanji akan berjuang untuk rakyat Palestina.
"Semua yang ingin saya lakukan dalam hidup saya adalah untuk membebaskan Palestina."
"Saya ingin tahu bagaimana saya bisa melawan Israel dan mendapatkan kembali tanah kami,” kenangnya dengan tegas.
Komentar