"Mekanisme sirkulasi elit TNI yang saya maksud adalah menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari setiap matra angkatan," jelasnya.
Karena itu, lanjut Ubedilah, Panglima TNI biasanya dijabat secara bergilir oleh tiap perwira dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Adapun, pengangkatan tersebut bersifat kultural, bukan struktural.
Oleh karena itu, jika merujuk ketentuan itu maka pergantian panglima TNI November mendatang memang giliran Kepala Staf Angkatan Laut.
"Saya termasuk meyakini bahwa siapapun Kepala Staf di TNI mereka adalah kader terbaik di matra nya. Karena TNI adalah salah satu institusi yang kaderisasinya jelas dan terbaik di Indonesia. Jadi tidak perlu melakukan loby loby politik atau langkah-langkah yang menunjukan semacam political imaging (pencitraan politik) untuk berebut menjadi panglima," paparnya.
Ubedilah menegaskan, dalam penentuan Panglima TNI maka Presiden mesti menggunakan logika undang-undang dengan memperhatikan profesionalitas, integritas, loyalitas dan track record calon panglima.
Baca Juga: Nggak Main-main, Inilah Taksiran Kerugian Ayu Ting Jika Benar-benar Diblakclist dari TV
Oleh karena itu Presiden tidak perlu bingung dan para Kepala Staf beserta keluarganya juga tidak perlu melakukan loby-loby politik.
"Tentang perlunya persetujuan DPR juga tidak perlu dikhawatirkan karena DPR kan memang saat ini hanya sebagai stempel pemerintah karena lebih dari 80% anggota DPR adalah pemerintah," jelasnya
Dilansir dari Tribunnews.com, berdasarkan catatan yang dihimpun, Kasal Laksamana Yudo Margono layak disebut sebagai Bapak Infrastruktur TNI AL.
Alasannya, Yudo dinilai mampu menggejot Infrastruktur Demi Cetak Prajurit Profesional. Ia berpikir bagaimana menciptakan prajurit-prajurit TNI AL yang tangguh, handal dan profesional.