Sementara jenis penyu yang biasa bertelur di Pantai Samas ada empat, yakni penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu hijau (Chelonia mydas).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya menggolongkan penyu sebagai hewan yang dilindungi.
Mereka yang memperjualbelikan hewan itu terancam penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta.
Akan tetapi, penegakan aturan itu masih lemah karena penjualan telur, daging, atau cangkang penyu terus terjadi.
Rujito memelopori usaha konservasi penyu bersama sejumlah nelayan yang tergabung dalam Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB).
Mereka juga mendapat dukungan dari beberapa komunitas pencinta lingkungan dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta.
Pada 2003, FKPB yang diketuai Rujito beserta BKSDA Yogyakarta dan sejumlah lembaga lain mendirikan tempat konservasi penyu di pinggir Pantai Samas.
Tempat itu, antara lain, terdiri atas sumur pasir buatan dan kolam pemeliharaan penyu.
Para nelayan juga mendapat pelatihan cara memelihara penyu, baik saat penetasan telur maupun perawatan dari BKSDA Yogyakarta.