Apabila harga dari distributor masih tinggi, Dodo khawatir RS akan memilih meniadakan pelayanan swab PCR. Sehingga pelayanan PCR bisa menjadi langka.
Ia mencontohkan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) obat terapi Covid-19 pada Juli lalu lebih rendah dibanding harga dari distributor. Kebijakan tersebut sempat membuat obat langka, bahkan di tingkat distributor.
Untuk mengantisipasi hal ini, pihaknya berharap Kementerian Kesehatan melakukan intervensi. Di antaranya ikut menekan harga dari distributor.
"Harga di tingkat distributor harus dijaga oleh Kemenkes. Kalau dari distributornya, bisa di angka Rp 250.000 sampai Rp 300.000, maka sisa biaya yang telah ditetapkan pemerintah pusat bisa kami gunakan juga untuk biaya penunjang lainnya," katanya.
Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah memastikan stok tersedia. Jangan sampai ketika harga ditekan, PCR di tingkat distributor menjadi langka.
Pada prinsipnya, pihaknya tidak bertujuan untuk mencari banyak keuntungan. Namun ia berharap pihak RS jangan lantas dirugikan. "Pihak RS sudah ada hitungannya dalam menentukan harga. Ini bukan berdasarkan kit PCR-nya saja, namun ada banyak variabelnya," katanya.
Untuk diketahui, Kemenkes telah mengatur biaya tertinggi untuk Swab PCR. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir menjelaskan, harga batas tertinggi itu sebesar Rp 495.000 Pulau Jawa-Bali dan Rp 525.000 untuk wilayah luar Jawa-Bali.
Penurunan harga tersebut telah disepakati bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI setelah mempertimbangkan berbagai aspek dan penyesuaian kondisi pandemi Covid-19 terkini.
Pemerintah telah melakukan evaluasi dengan mempertimbangkan perhitungan biaya, pengambilan, hingga pemeriksaan RT PCR Covid-19.