"Pengakuannya ini merupakan era Majapahit, istimewanya warangkanya dari kayu jati, dihiasi pakai perak yang di ukir dihiasi batu sapir, di tiga sisinya dihiasi mas putih 24 karat dan mas murni seberat 24 gram," ujarnya pada Tribunsumsel.com, Jumat (27/8/2021).
Ia menyebutkan koleksi pusakanya merupakan peninggalan tiga zaman, pertama zaman Majapahit, yakni Pataka Dwija Nareswara atau dikenal dengan cikal-bakal terbentuknya bendera merah putih.
"Lalu ada Pataka Surya Majapahit atau simbol kerajaan Majapahit pada waktu itu, dan terakhir ini tombak Tri Sula barang yang saya sangat sayangi," ceritanya.
Ia mengungkapkan benda yang di koleksinya saat ini mulai darikeris, siwar, parang, pedang, tombak, pataka, Al Quran mini atau istambul Turki buatan tahun 1931, dan gelang dari gading gajah.
"Jadi dari beberapa koleksi saya ini sengaja saya sertifikasi, ada yang saya sertifikasi setingkat museum, ada juga hanya dari beberapa paguyuban, kemudian khusus untukkerissaya cari literaturnya," ujarnya.
Sebagai putra Sumsel ia juga mengoleksi pusaka Sriwijaya pada era kesultanan Palembang pada era Susuhunan Abdurrahman pada tahun 1600-1700 atau sudah 300 tahunan lebih.
"Saya juga mengoleksikerisdari daerah asal saya lahat, namanya kris pokal, biasanya kalau orang semendo di kampung-kampung mengoleksikerisini, terutama para keturunan pasirah, kemudian biasanya diberikerisini," ungkapnya.
Kemudian ia juga mengoleksi mandau Bedung atau senjata tradisional Masyarakat Musi Banyu Asin (Muba), ia mendapatkan pusaka tersebut pemberian dari keluarga istrinya.
"Mandau ini dalam tradisi lamaran (sekayu), biasanya dalam tradisi lamaran selalu disertakan, parang ini sepasang, ada laki-laki dan perempuan, pusaka ini tujuannya sebagai parlindungan untuk keluarga," ujarnya.