Dari situlah bahasa Prancis Suzzani didapatkan.
"Waktu masih di Kaledonia, sehari-harinya (ngobrol) dengan bahasa Prancis. Karena sekolah di sana pakai bahasa Prancis, ibu memang orang asli Kaledoni dan jarang sekali bicara pakai bahasa Indonesia," terangnya.
Setelah masa penjajahan selesai dan berita kemerdekaan Indonesia dari Belanda sampai ke Kaledonia, barulah Suzzani yang biasa dipanggil warga di Kampung Totokaton dengan panggilan Suyan, kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1950 pulang dengan sang ayah dan ketiga saudaranya yang lain.
Setelah beberapa waktu menetap di Jakarta dan Surabaya bersama tiga saudaranya dan sang ayah akhirnya ditempatkan di Pulau Sumatera dengan tujuan Lampung, dan akhirnya ditempatkan di Kampung Totokaton, Kecamatan Punggur.
"Kami sebagai Nyauli (bahasa Prancis untuk sebutan warga keturunan) saat itu ada beberapa kepala keluarga diberangkatkan ke Lampung pada tahun 1953, dan sebagian lagi ditempatkan di Pagar Alam (Sumatera Selatan)," terangnya.
Sebagai Nyauli bahkan Suzzani masih mengurus paspor di imigrasi untuk berpindah kewarganegaraan hingga awal tahun 1990an, dan saat ini ia telah menjadi warga negara Indonesia sepenuhnya.
Setelah menetap di Punggur, Suzzani hanya menggunakan bahasa Prancis kepada kepada ketiga saudaranya, sang ayah dan juga beberapa Nyauli lainnya yang diberangkatkan dari Kaledonia ke Lampung.
"Sehari-hari sampai beberapa tahun di Indonesia kami hanya menggunakan bahasa Prancis. Kami hanya berinteraksi dengan Nyauli lainnya, dan sangat sedikit sekali menguasai kosa kata Bahasa Indonesia," terangnya.
Usai hampir 10 tahun di Indonesia, barulah Suzzani mulai terbiasa dengan Bahasa Indonesia, dan mulai berinteraksi dengan teman-temannya yang asli pribumi dengan bahasa Indonesia dan Jawa.