China adalah pihak dalam pembicaraan dan kritikus terkait sanksi Amerika Serikat terhadap Iran.
“Waktu penting bagi kami, tetapi tidak mungkin pihak lain bergerak seperti kura-kura dan kami bergerak dengan kecepatan cahaya,” kata Khatibzadeh.
Para diplomat Iran di bawah Presiden garis keras yang baru terpilih Ebrahim Raisi, mengajukan tuntutan maksimal sehingga menjengkelkan negara-negara Eropa.
Delegasi Barat telah memperingatkan waktu hampir habis untuk menghidupkan kembali kesepakatan itu.
China dan Amerika Serikat semakin berebut pengaruh di Timur Tengah, di mana perusahaan China menemukan pasar untuk barang dan jasa mulai dari jalan raya hingga drone militer.
Ekonomi China sangat bergantung pada minyak dan gas Timur Tengah.
Beijing juga mempertahankan hubungan dekat dengan Iran di tengah ambisi nuklir mereka, dan di tengah perselisihan dengan negara-negara Teluk lainnya.
"China dan negara-negara Teluk telah saling memberikan dukungan kuat pada isu-isu mengenai kepentingan inti mereka, dan mempromosikan kerja sama praktis di berbagai bidang dengan hasil yang bermanfaat,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin pada briefing harian Senin.
Peserta pertemuan tersebut antara lain Menlu Saudi Faisal bin Farhan Al Saud, Menlu Kuwait Ahmed Nasser Al-Mohammed Al-Sabah, Menlu Oman Badr Albusaidi, Menlu Bahrain Abdullatif bin Rashid Alzayani dan Sekjen Dewan Kerja Sama Teluk Nayef Falah Al -Hajraf.(*)